 |
Aksi AGRA bersama Front Perjuangan Rakyat (FPR) Mendeklarsasikan Hari Ketiadaan Tanah pada 29 Maret |
Jakarta, 29/03/2015, Aliansi Garakan Reforma Agraria (AGRA) salah satu organisasi petani skala Nasional di Indonesia, yang merupakan bagian dari Koalisi petani Asia/Asian Peasant Coalition (APC) menggelar aksi simpatik dalam rangka mendeklarasikan hari ketiadaan tanah Internasional (International Landless day) berdasarkan kesepakatan pertemuan APC yang diselengggarakan di Penang, Malaysia, pada tahun 2014 lalu.
Pertemuan itu dihadiri oleh organisasi anggota APC dari berbagai Negara di Asia, terdiri dari, petani, nelayan, masyarakat adat, perempuan pedesaan, dan pemuda tani serta berbagai lembaga non pemerintah lainnya yang konsen pada isu Agraria dan terlibat aktif dalam perjuangan melawan perampasan tanah.
Aksi ini dimulai pukul 07.30-10.20 WIB, Setelah berkumpul bundaran patung “selamat datang di Hotel Indonesia”, Jakarta, Indonesia. Massa aksi secara bergantian berorasi menyampaikan aspirasi dan pandangannya atas kenyataan perampasan dan monopoli tanah di Indonesia serta dampaknya bagi rakyat diseluruh sector.
Massa aksi kemudian melanjutkan aksi dengan beberapa kali memutari bundaran patung Hotel Indonesia untuk berkampanye ditengah puluhan ribu orang yang memadati arena “wilayah bebas kendaraan (car free day-zone).
Selain dalam rangka mendeklarasikan hari ketiadaan tanah, Aksi ini juga diharapkan dapat memperluas pemahaman akan bahaya monopoli tanah dan sumber agraria lainnya oleh segelintir orang, utamanya terhadap masalah kedaulatan pangan dan keberlanjutan kehidupan seluruh rakyat.
Aksi ini diikuti oleh Anggota AGRA dan perwakilan dari berbagai organisasi massa multi-sektoral yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat (FPR) antara lain, Front Mahasiswa Nasional (FMN), Gabunga Serikat Buruh Independen (GSBI), Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI), Mineral (Cultural Group), Institute for National and Democracy Studies (INDIES) dan KRKP.
Deklarasi hari ketiadaan tanah ini, dilakukan berdasarkan pandangan dan penilaian atas kenyataan massifnya perampasan tanah di berbagai Negara dan dimonopoli oleh para tuan tanah besar dan koorporasi-koorporasi asing, bahkan termasuk oleh Negara, yang utamanaya dilakukan untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit, perkebunan karet, tebu, serta untuk pertambangan dan hutan tanaman industry (perkebunan kayu), taman nasional dll.
Ridwan (Pimpinan Pusat AGRA), menyampaikan bahwa di Indonesia, perampasan dan monopoli tanah telah terjadi semakin massif dari tahun ke tahun. Dalam catatan AGRA, seluas 88.149.256 ha atau 45,8% dari luas daratan Indonesia telah di monopoli oleh hanya 1% dari penduduk Indonesia yang jumlahnya 250 juta jiwa. Sedangkan (65%) dari total jumlah penduduk Indonesia adalah kaum tani mayoritas hanya memiliki rata-rata 0,3 ha tanah.
Kenyataan diatas menunjukkan ketimpangan penguasaan agraria yang luar biasa, hingga menyebabkan mayoritas rakyat Indonesia hidup dalam kemiskinan di Negeri yang kaya-raya, namun disisi lain segelintir orang hidup dengan bergelimpangan harta, karena monopolinya atas tanah dan sumber sumber agrarian lainnya, Tegasnya.
Ridwan melanjutkan, Pada perkembanganya, upaya monopoli oleh tuan tanah yang bekerjasama dengan kapitalisme monopoli global (Imperialisme) dijalankan dengan berbagai cara, mulai dengan pembuatan regulasi yang hanya akan mempermudah perampasan dan monopoli tanah, maupun dengan cara-cara brutal menggunakan alat kekerasan negara (TNI-POLRI). Sepanjang pemerintahan SBY (selama 10 tahun), hingga masa awal pemerintahan Jokowi-Jk saat ini, telah menyebabkan 65 petani tewas, 556 lainya terluka dan, 1.180 petani di penjara karena memperjuangkan hak atas tanah dan melawan perampasan tanah.
Sebelum menutup aksinya, massa aksi kembali memutari Bundaran HI dengan membawa poster, dan meneriakkan yel-yel “tanah untuk rakyat!, No Land No Life! Stop perampasan tanah dan jalankan land reform sejati!” dan, membagikan selebaran yang berisikan tentang pendeklarasian hari ketiadaan tanah internasional. Massa aksi juga menuntut kepada pemerintah untuk menghentikan perampasan tanah dan segera menjalankan program Land reform sejati.
##