Selasa, 25 Juli 2017

Aparat Kepolisian Resort Lombok Timur Melakukan Represif dan Pembubaran Paksa Aksi Damai FPR LOTIM, Kemudian Menahan Dua Orang Peserta Aksi

Senin, 24 Juli 2017, aparat Kepolisian Resort Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (POLRES LOTIM, NTB) melakukan pembubaran paksa, pemukulan dan penangakpan terhadap massa Aksi dari Front Perjuangan Rakyat (FPR) Lotim, yang tengah menggelar aksi damai didepan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lombok Timur.
Foto: FPR LOTIM

Massa aksi terdiri dari kaum tani kecamatan Sambelia yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Anak Cabang Sambelia, AGRA Cabang Lombok Timur, AGRA Wilayah NTB, Front Mahaiswa Nasional (FMN) Cabang Lombok Timur, Serikat Perempuan Indonesia (Seruni) NTB, beserta massa dan jaringan masyarakat sipil lainnya. Massa aksi menuntut kepada Pemerintah dan DPRD untuk mencabut izin Usaha Pemanfaatan/Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) PT. Shadana Arifnusa untuk program Hutan Tanaman Industri diatas lahan milik kaum tani, sehingga kaum tani terpaksa terusir dari tanah yang telah lama menjadi tempat tinggal dan tempat menyandarkan penghidupannya bersama keluarga.

Senin, 24 Juli 2017

Pernyataan Sikap PP AGRA Mengecam Pembubaran Paksa Aksi Damai FPR LOTIM dan penangkapan dua Peserta Aksi

Pimpinan Pusat Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA)

Mengecam Tindakan Represif, Pembubaran paksa dan Penangkapan Terhadap Peserta Aksi Damai Front Perjuangan Rakyat Lombok Timur (FPR-LOTIM) oleh Kepolisian Resort Lombok Timur!
Bebaskan Segera dua orang Peserta aksi yang saat ini ditahan di Polres Lombok Timur!

Pimpinan Pusat Aliansi Gerakan Reforma Agraria (PP-AGRA) mengecam tindakan Kepolisian Resort Lombok Timur yang melakukan pembubaran, pemukulan dan penangkapan terhadap peserta aksi damai yang tergabung dalam FPR-LOTIM pada 24 Juli 2017 Yang mengakibatkan beberapa masa mengalami luka-luka dan 2 orang ditangkap atas nama Samboza Huriah dan Hulafaurrasyidin.

Senin, 20 April 2015

AGRA Mengecam Penangkapan 18 Aktivis dan Campur Tangan AS dalam Konferensi Asia Afrika 2015

Pernyataan Sikap Aliansi Gerakan Reforma Agraria Atas Penangkapan 17 orang Aktivis Tani dalam Aksi memperingati 60 tahun KAA di Jakarta, 20 April 2015.

Pemerintah Jokowi-JK Anti Rakyat dan Anti Demokrasi !

Galang Solidaritas Rakyat Asia-Afrika melawan dominasi Imperialisme AS dalam KAA !

Laksanakan Reforma Agraria Sejati !

Salam Demokrasi !

Senin 20 April 2015, 40 orang anggota AGRA melakukan aksi peringatan 60 tahun KAA. Aksi yang digelar bertujuan untuk mengembalikan semangat KAA 1955, yang dengan tegas melawan penjajahan asing (Neo Kolonialisme dan Imperialisme) di negara-negara Asia dan Afrika.

AGRA menilai semangat KAA kali ini telah jauh melenceng dari semangat awal. Forum KAA kali ini telah menjadi ajang pengerukan keuntungan atas sumber daya alam di Asia dan Afrika oleh negara-negara maju pimpinan imperialisme Amerika Serikat (AS). 

Untuk mengecam campur tangan AS dalam forum KAA 2015, AGRA menggelar aksi massa yang rencananya dilakukan di depan kedutaan AS. Sayangnya, rencana aksi tersebut mendapat tindakan represif dari pihak kepolisian, berupa penangkapan para anggota AGRA. Penangkapan dilakukan saat perjalanan menuju Kedutaan Besar AS. Anggota AGRA yang ditangkap berjumlah 17 orang dan saat ini sedang menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya.

Para anggota yang ditangkap antara lain Arif Trimayadi, Wahyu Setiawan, Ridwan Lukman, M. Saipul, Ujang Abdul Jafar, Yopi Hari, Siti Habibah, Unai Sugiarto, Muhammad Ali, Rosita Restiana, Helda Prasetya, Suharto Rahim, Rendy, Juned. Selain itu ada Nur Alim, Azwin, Juyung dan Jaenab.

Penangkapan tersebut semakin membuktikan bahwa Jokowi-JK merupakan rezim fasis dan anti rakyat. Kebijakan pelarangan untuk tidak menggelar aksi massa demonstrasi selama peringatan KAA 60 yang dikeluarkan oleh pemerintah, merupakan bukti pelanggaran terhadap hak berpendapat rakyat yang telah diatur dalam UUD 1945 dan UU nomor 9 tahun 1998.

Untuk itu, Pimpinan Pusat AGRA mengecam keras Penangkapan 18 aktivis AGRA, karena telah menghalangi kebebasan rakyat untuk menyampaikan aspirasi. Kami juga menuntut kepada pemerintah Jokowi-JK untuk :

1.     Segera bebaskan 18 aktivis AGRA
2.     Tolak campur tangan AS dalam KAA dan kembalikan semangat KAA melawan kolonialisme dan imperialisme.
3.     Hentikan semua kerjasama dan perjanjian Internasional (bilateral, regional dan global) dibawah dominasi AS. Termasuk pertemuan 650 CEO Manager Trans National Coorporation and Multi National Coorporation di Shangri-la Hotel.
4.     Mengecam pelarangan menyampaikan pendapat dimuka umum selama pelaksanaan KAA.
5.     Laksanakan land reform dan pembangunan Industri nasional untuk kesejahteraan rakyat.
6.     Ciptakan pembangunan untuk kepentingan rakyat dan bukan untuk keuntungan Investor Asing.
7.     Mendukung perjuangan pembebasan rakyat Palestina dan perjuangan pembebasan rakyat di seluruh negeri

Dalam kesempatan ini, kami menyerukan kepada seluruh kaum tani dan rakyat tertindas di Indonesia, untuk terus menggalang dan meningkatkan persatuan bersama kekuatan rakyat yang lain; melawan dominasi imperialisme AS melalui pemerintahan boneka di dalam negeri.

Hidup Kaum Tani…!
Laksanakan Reforma Agraria Sejati…!
Jayalah Perjuangan Massa…!

Jakarta, 20 April 2015
Aliansi Gerakan Reforma Agraria

Rahmat


Senin, 13 April 2015

Pembangunan Waduk Jatigede terus Menuai Protes

Jakarta, (13/4/2015), Dua ratus orang dari masyarakat Jatigede Sumedang Jawa Barat, mendatangi Istana Negara untuk menuntut pencabutan perpres No. I Tahun 2015, tentang Penanganan dampak sosial pembangunan waduk Jatigede.

Pasalnya Perpres ini mengabaikan hak Masyarakat, Perpres ini hanya mengakui sebanyak empat ribu kepala keluarga saja yang terkena dampak. Kenyataannya, ada sepuluh ribu lima ratus kepala keluarga yang terkena dampak . "Artinya, ada tujuh ribu kepala keluarga yang tidak diakui oleh pemerintah sebagai penduduk yang menjadi korban," ujar Wowon pimpinan AliansiGerakan Reforma Agraria (AGRA) Jawa Barat.

Dia menjelaskan bahwa perpres yang ditandatangani oleh Jokowi ini cenderung dipaksakan, karena tidak menimbang dampak proses pembangunan waduk dan dampak yang dialami oleh warga yang terkena dampak pembangunan waduk. Indikasi pemaksaan juga dapat dilihat dari adanya simulasi pengusiran warga oleh kodam III Siliwangi pada Maret 2015 lalu.

Tidak hanya itu, perjalanan warga ke Jakarta hari ini juga dihambat oleh aparat Kepolisian, ketika memasuki kecamatan Cisitu oleh kepolisian sektor Darmaraja sekitar pukul 22.00. Kepolisian setempat beralasan kalau aksi masyarakat Jatigede ke Jakarta tidak memiliki izin, padahal pemberitahuan rencana aksi ini sudah diurus jauh jauh hari oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. Akibat dari penghadangan pihak kepolisian, sebagian warga gagal ke Jakarta karena tertahan akhirnya kembali pulang.

Waduk Jatigede dibangun diatas tanah seluas 6783 hektare dan total wilayah yang akan digenangi seluas 4000 hektare. Berdasar data yang dihimpun oleh AGRA, pembangunan ini akan menghilangkan sawah produktif seluas 3200 hektare dengan kapasitas produksi sebanyak 76.800 ton per tahun. Selain itu, hutan seluas 1200 hektare terancam hilang dan puluhan ribu warga di 28 desa yang meliputi 5 kecamatan akan terusir dari tempat tinggalnya. Tidak hanya itu, pembangunan waduk juga berdampak pada ruang-ruang pendidikan yang pastinya turut digusur, termasuk 33 kompleks situs budaya yang merupakan warisan sejarah.

Kordinator aksi, Irsam Handoko menyatakan perpres No.1 tahun 2015 tentang penanganan dampak sosial, justru menimbulkan dampak sosial, pasalnya relokasi yang ditawarkan oleh pemerintah pada tahun 2013, hanya menyediakan 610 unit di desa Sakurjaya kecamatan ujung Jaya dan desa Conggeang kulon kecamatan Conggeang, Kabupaten sumedang.

"Relokasi ini sangat tidak layak dan tidak sesuai dengan jumlah warga yang terkena dampak saat ini yang mencapai sepuluh ribu lima ratus kepala keluarga."

Warga Jatigede menuntut relokasi harus dilakukan oleh pemerintah dengan benar. Pemerintah harus memberikan hak seluruh warga yang terkena dampak, yaitu perumahan yang layak dan memastikan sumber sumber ekonomi baru di tempat relokasi berupa tanah pertanian. Tempat relokasi juga harus dibangun sarana pendidikan, kesehatan, fasilitas ibadah dan fasilitas umum lainya.

Menurut kepala desa Cipaku, Karmila, lokasi relokasi yang tidak pasti membuat warganya bingung. "Ada tanah, ada rumah tapi itu bukan untuk warga Jatigede," ujarnya. Selain ketidakpastian itu, Karmila menyatakan selama proses pembangunan waduk, selama lima puluh tiga tahun warga dess Jatigede dan wilayah terkena dampak lainnya, tidak mendapatkan haknya. Pemerintah abai terhadap pembangunan infrastruktur desa, termasuk pembangunan sekolah. Bahkan warga desa Jatigede baru bisa dialiri listrik tahun 2000 lalu, itupun setelah warga mengajukan protes keras.

"Perlakuan pemerintah macam ini secara tidak langsung menganggap kami ini warga ilegal," ujar Karmila.

Dalam orasinya Ridwan Hasanudin, dari Pimpinan pusat Aliansi Gerakan Reforma Agraria Menyampaikan, pembangunan waduk Jatigede sampai saat ini, tidak menunjukan keuntungan bagi rakyat, sebaliknya Waduk Jatigede dibangun hanya untuk kepentingan investor asing. Investasi yang masuk ke Indonesia mendapat sokongan, bahkan disediakan karpet merah oleh Jokowi adalah bentuk penghianatan pemerintahan Jokowi-JK terhadap amanat undang undang.

Seluruh Investasi yang ada saat ini, hanya menguntungkan Imperialisme di Indonesia, mereka berinvestasi untuk mengeruk sumber kekayan alam  Indonesia dan tenaga kerja yang murah.Ridwan menyampaikan pesan kepada kaum tani dan seluruh rakyat untuk terus memperkuaat organisasi, meluaskan organisasinya agar lebih kuat didalam menuntut dan mempertahankan hak atas tanah dan  penghidupan yang layak.

Minggu, 29 Maret 2015

Deklarasi Hari Ketiadaan Tanah

Aksi AGRA bersama Front Perjuangan Rakyat (FPR)
Mendeklarsasikan Hari Ketiadaan Tanah pada 29 Maret
Jakarta, 29/03/2015, Aliansi Garakan Reforma Agraria (AGRA) salah satu organisasi petani skala Nasional di Indonesia, yang merupakan bagian dari Koalisi petani Asia/Asian Peasant Coalition (APC) menggelar aksi simpatik dalam rangka mendeklarasikan hari ketiadaan tanah Internasional (International Landless day) berdasarkan kesepakatan pertemuan APC yang diselengggarakan di Penang, Malaysia, pada tahun 2014 lalu.

Pertemuan itu dihadiri oleh organisasi anggota APC dari berbagai Negara di Asia, terdiri dari, petani, nelayan, masyarakat adat, perempuan pedesaan, dan pemuda tani serta berbagai lembaga non pemerintah lainnya yang konsen pada isu Agraria dan terlibat aktif dalam perjuangan melawan perampasan tanah.

Aksi ini dimulai pukul 07.30-10.20 WIB, Setelah berkumpul bundaran patung “selamat datang di Hotel Indonesia”, Jakarta, Indonesia. Massa aksi secara bergantian berorasi menyampaikan aspirasi dan pandangannya atas kenyataan perampasan dan monopoli tanah di Indonesia serta dampaknya bagi rakyat diseluruh sector.

Massa aksi kemudian melanjutkan aksi dengan beberapa kali memutari bundaran patung Hotel Indonesia untuk berkampanye ditengah puluhan ribu orang yang memadati arena “wilayah bebas kendaraan (car free day-zone).

Selain dalam rangka mendeklarasikan hari ketiadaan tanah, Aksi ini juga diharapkan dapat memperluas pemahaman akan bahaya monopoli tanah dan sumber agraria lainnya oleh segelintir orang, utamanya terhadap masalah kedaulatan pangan dan keberlanjutan kehidupan seluruh rakyat.

Aksi ini diikuti oleh Anggota AGRA dan perwakilan dari berbagai organisasi massa multi-sektoral yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat (FPR) antara lain, Front Mahasiswa Nasional (FMN), Gabunga Serikat Buruh Independen (GSBI), Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI), Mineral (Cultural Group), Institute for National and Democracy Studies (INDIES) dan KRKP.

Deklarasi hari ketiadaan tanah ini, dilakukan berdasarkan pandangan dan penilaian atas kenyataan massifnya perampasan tanah di berbagai Negara dan dimonopoli oleh para tuan tanah besar dan koorporasi-koorporasi asing, bahkan termasuk oleh Negara, yang utamanaya dilakukan untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit, perkebunan karet, tebu, serta untuk pertambangan dan hutan tanaman industry (perkebunan kayu), taman nasional dll.

Ridwan (Pimpinan Pusat AGRA), menyampaikan bahwa di Indonesia, perampasan dan monopoli tanah telah terjadi semakin massif dari tahun ke tahun. Dalam catatan AGRA, seluas 88.149.256 ha atau 45,8% dari luas daratan Indonesia telah di monopoli oleh hanya 1% dari penduduk Indonesia yang jumlahnya 250 juta jiwa. Sedangkan (65%) dari total jumlah penduduk Indonesia adalah kaum tani mayoritas hanya memiliki rata-rata 0,3 ha tanah.

Kenyataan  diatas menunjukkan ketimpangan penguasaan agraria yang luar biasa, hingga menyebabkan mayoritas rakyat Indonesia hidup dalam kemiskinan di Negeri yang kaya-raya, namun disisi lain segelintir orang hidup dengan bergelimpangan harta, karena monopolinya atas tanah dan sumber sumber agrarian lainnya, Tegasnya.

Ridwan melanjutkan, Pada perkembanganya, upaya monopoli oleh tuan tanah yang bekerjasama dengan kapitalisme monopoli global (Imperialisme) dijalankan dengan berbagai cara, mulai dengan pembuatan regulasi yang hanya akan mempermudah perampasan dan monopoli tanah, maupun dengan cara-cara brutal menggunakan alat kekerasan negara (TNI-POLRI). Sepanjang pemerintahan SBY (selama 10 tahun), hingga masa awal pemerintahan Jokowi-Jk saat ini, telah menyebabkan 65 petani tewas, 556 lainya terluka dan, 1.180 petani di penjara karena memperjuangkan hak atas tanah dan melawan perampasan tanah.

Sebelum menutup aksinya, massa aksi kembali memutari Bundaran HI dengan membawa poster, dan meneriakkan yel-yel “tanah untuk rakyat!, No Land No Life! Stop perampasan tanah dan jalankan land reform sejati!” dan, membagikan selebaran yang berisikan tentang pendeklarasian hari ketiadaan tanah internasional. Massa aksi juga menuntut kepada pemerintah untuk menghentikan perampasan tanah dan segera menjalankan program Land reform sejati.
##

Sabtu, 28 Maret 2015

Mahasiswa Palangkaraya Demo Tengah Malam Tolak Penaikan Harga BBM.

Palangkaraya, 28/03/2015. Meski malam minggu para pemuda yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat  Kalimantan Tengah, melakukan aksi protes atas naiknya harga BBM.

Mereka tidak lagi memikirkan malam panjang bagi kaum muda, mereka lebih peduli dengan nasib rakyat Indonesia yang terus terperosok dalam keminskinan, terlebih hari ini Jokowi kembali menaikan harga BBM jenis bensin dari Rp. 6.800 menjadi Rp. 7.300 dan jenis solar dari Rp.6.400 menjadi Rp.6.900.

Massa yang terdiri dari berbagai organisasi mahasiswa, separti Front Mahasiswa Nasional (FMNI) Badan Eksekutif Mahasisa Universitas Palangkaraya (BEM-UNPAR), Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Gerakan Mahasioswa Nasional Indonesia (GMNI), Pergerakan Mahasiswa Katolik Republik Indonesi (PMKRI) dan BEM HUKUM ini menuntut agar Jokowi membatalkan kenaikan harga BBM. karena dirasa memberatkan rakyat.

" saat ini rakyat terutama kaum tani di pedesaan tengah menghadapi krisis akibat mahalnya biaya produksi pertanian dan harga kebutuhan pokok, sementara hasil produksi petani sendiri tidak mendapat jaminan harga karena terus dihadapkan dengan produk impor" terang Ali Wardana (pimpinan FMN, Kalimantan Tengah) ketika dihubungi lewat telephon.

Ali menjelaskan sebenarnya penyerahan harga BBM kepada pasar lebih disebabkan karena tidak adanya kedaulatan negara atas minyak di Indonesia, akibat telah dimonopoli oleh perusahaan asing terutama milik Amerika Serikat.

Ini menunjukan bahwa Jokowi sama saja dengan rezim sebelumnya yang tunduk sepenuhnya kepada kapitalis monopoli pimpinan AS. kebijakan Jokowi yang melakukan penghapusan subsidi, dan meliberalisasi seluruh sektor publik termasuk minyak tidak terlepas dari keterkaitan pemerintah Indonesia dalam persetujuan Internasional.

Liberalisasi yang dilakukan oleh jokowi menunjukan bahwa Jokowi adalah penganut Neoliberal dan mengabdi sepenuhnya pada kapitalis monopoli internasional meski harus menghisap dan menindas rakyatnya.

Oleh karena itu kami menuntut kepada pemerintahan Jokowi-JK untuk membatalkan penaikan harga BBM, kami juga menuntut agar pemerintah segera menurunkan harga kebutuhan pokok Rakyat.

Kami juga menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia agar memperkuat persatuan, melalui organisasi-organisasi rakyat untuk melakukan perjuangan atas kesejahteraan. Lebih lanjut bahwa hanya dengan perjuangan bersama, kedaulatan bangsa Indonesia dapat di rebut”. Pungkas Ali.

AGRA Kalimantan Barat Tolak Penaikan Harga BBM

Pontianak, 28/03/2015. Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Propinsi Kalimantan Barat bersama Front Perjuangan Rakyat (FPR), melakukan protes atas Pengumuman Pemerintahan melalui SK ESDMN No. 2486/K12/MEM/2015, untuk menaikkan harga BBM per 28 Maret 2015 pukul 00.00 WIB.

Wahyu Setiawan, Ketua AGRA Propinsi Kalimantan Barat menyampaikan, alasan pemerintan untuk menaikan harga BBM kali ini sangat tidak masuk diakal, pemerintah juga tidak memiliki konsistensi didalam berargumentasi. 

Dengan dalih untuk menjaga kestabilitasan perekonomian nasional dan karena rendahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar, pemerintah kemudian menaikan harga BBM jenis solar dan premium.padahal saat ini harga minyak dunia berada di level 59, 19 dollar AS per barrel. Alasan ini bertentangan dengan pernyataan menteri keuangan bebrapa waktu yang lalau ketika nilai tukar rupiah terus merosot terhadap dolar mengatakan ini menguntungkan APBN. 

Kenaikan BBM jenis premium dari Rp. 6.800, menjadi Rp. 7.300, sedangkan Solar dari Rp. 6.400 menjadi Rp 6.900, dan minyak tanah tetap pada 2.500,- adalah kebijakan yang tidak berdasar. Objektifnya kenaikkan ini lebih disebabkan karena tidak adanya kedaulatan RI atas Sumber Daya Alam (Tanah, Air, Ruang Angkasa) dan Kekayaan yang terkandung didalamnya, di Kuasai/dimiliki oleh Perusahaan Impralisme/Asing. 

Kebijakan Jokowi yang melakukan penghapusan subsidi, dan meliberalisasi seluruh sektor publik termasuk minyak tidak terlepasterikatnya pemerintah Indonesia dalam persetujuan dukumen tentang liberalisasi & Pripatisasi diseluruh sektor.

Lebih lanjut Wahyu menjelaskan, beberapa bukti bahwa pemerintahan Jokowi-JK adalah menjalankan skema dari Imperialisme pimpinan AS antara lain 1) Pertama Memorandum of Economic and Financial Policies atau leter of intens International Monetary Fund, Januari 2000. Kedua, dokumen Indonesia Country Assistance Strategy, yang dikeluarkan World Bank tahun 2001. Ketiga, tertuang dalam dokumen USAID dengan judul Energy Sector Governance Strengthened.

Ketiga dokumen itu, intinya adalah Indonesia diharuskan mengatur sektor energinya agar lebih efisien dan transparan. Caranya, pengurangan subsidi dan melibat sektor swasta serta asing, dengan demikian terang sudah bahwa Rezim Jokowi- JK penganut Neoliberal dan Pelayan Imprealisme, Bukan melayani rakyat.

Penguasan sumber-sumber minyak di Indonesia yg dikuasai asing hingga 90%, harus diambil dan dikelola secara mandiri. Karena monopoli atas penguasaan asing akan tetap membuat kita begantung impor.

Karenanya, Wahyu menyampaikan, bahwa pihaknya menuntut kepeda pemerintahan Jokowi-JK untuk, mencabut SK ESDMN No. 2486/K12/MEM/2015, dan menuntut  kepada Jokowi  segera menurunkan harga kebutuhan pokok Rakyat, dan mengembalikan subsidi-sibsidi kepada rakyat.

 Wahyu juga menyampaikan pesan terbuka, yang ditujukan kepada anggota AGRA dan para petani di Indonesia, serta rakyat secara luas untuk memperkuat oragnisasi dan melakukan perlawanan terhadap pemerintahan yang anti Rakyat.#