Minggu, 19 Oktober 2014

AGRA: Jokowi-JK Harus Prioritaskan Agenda Penyelesaian Konflik Agraria.

Bentrok kembali pecah antara petani Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar-Sulawesi Selatan dengan Aparat Brimob dan TNI pada Selasa 14 Oktober 2014 lalu. Bentrokan ini  ini terjadi karena pihak PTPN XIV kembali secara paksa mengolah lahan yang menjadi sengkata dan saat ini telah ditanami tanaman pangan oleh petani kecamatan Polongbangkeng utara yang tergabung dalam Serikat Tani Polongbangkeng (STP) dan bagian dari anggota Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA).

Rahmat selaku sekertaris Jenderal Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) menyayangkan terjadi bentrokan lagi, ‘bentrok dengan Aparat sudah sangat sering terjadi sepanjang konflik ini” setidaknya terdapat tiga kali bentrok yang cukup besar, yakni pada tahun 2009 bentrok terjadi mengakibatkan 10 orang terkena tembak dan 9 orang ditangkap, tahun 2013 bentrok kembali terjadi dan mengakibatkan 1 orang petani luka tembak pluru tajam Brimob. Sebenarnya bentrokan semacam ini bisa dihindari kalau pihak PTPN XIV tidak mengerahkan Brimob (polisi dan TNI) untuk memaksa mengelola lahan yang menjadi sengketa terlebih telah ada kesepakatan untuk segera menyelesaikan konflik yang difasilitasi oleh pemerintah daerah provinsi Sulawesi Selatan.

Konflik tanah dan agraria terus meningkat jumlahnya, AGRA mencatat selama pemerintahan SBY, jumlah konflik mencapai 1.379 yang meliputi konflik perkebunan, pertambangan, infrastruktur, dan kelautan. Luasan konflik mencapai 5.686.322, 15 hektare, dengan melibatkan lebih dari 922.781 kepala keluarga. Akibatnya tidak kurang dari 1.180 petani dikriminalisasi, 556 luka-luka dan 65 orang meninggal dunia, tentu catatan ini jauh dengan fakta dilapangan sebab tidak semua konflik dan korban mampu untuk didata oleh AGRA. Karenanya Jokowi-JK setelah dilantik nanti harus memprioritaskan penyelesaian konflik agraria yang terjadi, apalagi Jokowi telah menjajinkan akan menjalankan program Land Reform. bagamana bisa menjalankan progran Land Reform jika konflik yang ada saja tidak diselesaikan Pungkas Rahmat. 

Konflik antara petani Polongbangkeng Utara dengan PTPN XIV berawal adanya pengambilalihan lahan pertanian milik warga masyarakat dengan cara pembebasan lahan pada tahun 1978-1979 oleh PT. Madu Baru dan tahun 1982, pembebasan lahan dilanjutkan oleh PTP XXIV-XXV. Selanjutnya tahun 1996 pemerintah mendirikan PTPN XIV yang hingga kini menguasai lahan tersebut. Proses pembebasan lahan dilakukan dengan cara manipulasi dan intimidasi, melalui operator lapangan pihak PTPN menipu masyarakat dengan menyatakan tanahnya disewa untuk perkebunan tebu dan pabrik gula selama 25 tahun dan berakhirnya tahun 2006. Setelah 25 tahun menunggu ternyata lahan tidak dikembalikan, sehingga masyarakat mulai mempertanyakan dan meminta lahan dikembalikan. Namun, pihak perusahaan tidak memenuhi permintaan masyarakat, bahkan mempertahankan. Akhirnya masyarakat mulai melakukan penguasaan dan mengelola lahan sebagai lahan pertanian sejak tahun 2012 hingga sekarang.


Rabu, 01 Oktober 2014

AGRA: Perpu SBY Gantikan UU PILKADA Upaya Cuci tangan dan Menarik Simpati Rakyat.


Drama palsu kembali dimainkan oleh presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) sebagai upaya cuci tangan dan upaya untuk menarik simpati rakyat di penghujung pemerintahannya setelah dirinya dikecam oleh banyak pihak akibat disyahkan UU Pilkada olah DPR. RI pada tanggal 26 September dini hari.

Tanpa memiliki rasa malu SBY mengarang sebuah cerita untuk mengingkari fakta-fakta yang ia lakukan sendiri, tanpa merasa bersalah dia menyatakan "Kalau DPR sungguh-sungguh mendengarkan aspirasi rakyat, mestinya pilkada langsung dengan perbaikan yang akan kita anut," sungguh sebuah pernyataan yang tidak tau malu dan tidak sama sekali mencerminkan perkataan seorang presiden. Pernyataan ini dilontarkan setelah dirinya dibuli banyak pihak dan karena kebijaknnya yang membuat UU Pilkada mendapat tentangan luas dari rakyat. 

Rahmat, Sekertaris Jenderal Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) menyatakan bahwa pernyataan dan rencana SBY memngeluarkan perpu adalah upaya memutar balikan fakta, pihaknya sebagai presiden adalah pengusul dibuatnya UU pilkada, dia juga berupaya untuk melemparkan kesalahan sepenuhnya kepada DPR. RI setelah UU pilkada ini di tentang oleh Rakyat. Jadi UU pilkada sepenuhnya lahir dari keinginan dan kepentingan SBY, karenanya SBY dan partai Demokrat adalah yang paling bertanggung jawab, sebab dalam voting tersebut sesungguhnya Demokrat adalah pihak yang paling menentukan atas gagal dan tidaknya pengesahan UU pilkada, dan ternyata melalui drama dalam voting Demokrat atas intruki SBY mengambil langkah untuk Abstan dan Work Out, sehingga UU Pilkada diketok.

Saya telah mengeluarkan seruan kepada seluruh angota AGRA disemua Daerah untuk segera melakukan perlawanan terhadap SBY dan berjuang keras untuk dicabutnya kembali UU pilkada yang telah merampas hak politik rakyat. AGRA juga sudah menyiapkan untuk melakukan upaya Judicial Review berssama dengan organisasi sipil lainnya.

Bagi kaum tani, UU Pilkada tidak hanya akan merampas hak konstitusional kaum tani didalam menentukan pemimpinnya, tetapi hal ini akan berdampak terampasnya ruang kaum tani untuk memperjuangkan kepentingan sosial ekonomi, pemilihan secara langsung memberikan ruang kepada kaum tani untuk membangun kontrak politik secara langsung terhadap calon pemimpinanya dan selama ini diberbagai tempat menguntungkan bagi kaum tani karena kebih diperhatikan oleh pemimpinnya karena keterikantannya secara langsung, tetapi jika pemilihan melalui DPRD maka kaum tani akan kehilangan ruang itu dan pemimpinnya tidak akan memiliki ketakutan tidak menjalankan program yang menguntungkan bagi petani, tetapi Bupati/Walikota/dan Gubernur cukup hanya mengurus para DPRD, yang penting dekat dengan DPRDnya maka aman kepentingan untuk mencalankan ulang sebagai pemimpin.