Sabtu, 21 Februari 2015

Kriminalisasi KPK Jalan Terus, Jokowi Sekadar Pencitraan?

 
Ilustrasi: Presiden Jokowi didampingi Wapres Jusuf Kalla memberikan keterangan resmi terkait nasib Budi Gunawan/Antara
Pembatalan pelantikan Komjen Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian RI oleh Presiden Joko Widodo dinilaichanya pencitraan untuk menutupi keengganannya memberantas korupsi. Buktinya Presiden Jokowi masih membiarkan Komisi Pemberantasan Korupsi dikriminalisasi.

Sekjen Aliansi Gerakan Reforma Agraria, Rahmat, Ajiguna, mengatakan episode yang melelahkan itu ditutup presiden dengan menunjuk pelaksana tugas pimpinan KPK. Dengan demikian, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto resmi diberhentikan untuk sementara.

"Pembatalan Budi Gunawan itu sedikit mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada Jokowi. Namun Jokowi tak dapat menutupi kisruh awal KPK-Polri berawal dari pengangkatan Budi yang sarat dengan kepentingan politik," kata Rahmat di Jakarta, Jumat [20/2].

Rahmat menduga, pembiaran konflik KPK-Polri ini merupakan bagian dari politik Jokowi yang ingin menempatkan orang-orang kepercayaan di kedua lembaga tersebut.

Kegaduhan ini seperti "memaksa" presiden untuk turun tangan, kemudian tanpa kesulitan akan menempatkan orang kepercayaannya di KPK dan Polri.

Jika hal seperti ini terjadi, kata Rahmat, maka pemerintahan yang bersih tidak akan mungkin tercapai. Apalagi koruptor saat ini begitu kuat menancapkan kukunya dalam struktur kekuasaan atau politik.

Itu terlihat dari putusan praperadilan yang memenangkan Budi Gunawan. Hukum bisa diakali sedemikian rupa.

"Program pemberantasan korupsi hanya tinggal jargon politik semata. Karena itu, rakyat harus semakin waspada terhadap berbagai bentuk tipuan dan ilusi pemerintahan Jokowi yang seolah-olah berpihak pada rakyat," kata Rahmat.

Presiden Jokowi dalam keterangan resminya pada Rabu [18/2] di Istana Kepresidenan mengumumkan nama Komjen Badrodin Haiti sebagai calon Kapolri menggantikan Komjen Budi Gunawan, calon sebelumnya yang batal dilantik, karena tersandung kasus korupsi.

Dalam kesempatan yang sama, Presiden juga mengumumkan pemberhentian sementara Abraham Samad dan Bambang Widjojanto dari pimpinan KPK. Keduanya diberhentikan, karena ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri.

Bambang dijerat dengan tuduhan menyuruh orang bersaksi palsu dalam sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi, sementara Abraham Samad dijerat dengan tuduhan memalsukan dokumen. Untuk itu, Presiden menunjuk Taufiequrrachman Ruki, Johan Budi, dan Indriyanto Seno Adji sebagai pimpinan KPK sementara.

Kemungkinan, sebanyak 21 penyidik KPK juga terancam menjadi tersangka karena kepolisian menduga izin kepemilikan senjata api yang mereka miliki sudah kedaluwarsa. Salah satu penyidik yang terancam ditetapkan sebagai tersangka adalah Novel Baswedan. [oleh Kristian Ginting]


Dipublikasikan di The Geo Times 

AGRA : Batal Lantik BG, ini Pencitraan Jokowi Kepada Rakyat

Sumber :pelitaonline
Kami, dari Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) menilai pembatalan pelantikan Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai Kapolri hanya sekedar pencitraan semata dari pemerintahan Jokowi-JK untuk menutup-nutupi ke-engganannya membrantas korupsi.  Hal tersebut terbukti dengan membiarkan berlarut-larut KPK dalam ketidakjelasan, melalui serangan politik dan kriminalisasi yang diakhiri dengan episode penunjukan PLT KPK oleh Presiden Jokowidodo guna menggantikan pimpinan KPK lama yang tergusur melalui episode drama politik.

Dengan membatalkan pelantikan BG sebagai Kapolri, maka Jokowi akan kembali mendapatkan “sedikit” kepercayaan rakyat yang sebelumnya jatuh bangkrut.  Namun Jokowi tetap tidak mampu menutupi fakta  politik dan hukum yang terjadi menunjukan adanya transaksi kepentingan politik menjadi dasar dari segala kisruh KPK-Polri. Kemenangan BG atas sidang pra peradilan memberikan gambaran nyata bagaimana kuatnya koruptor dalam struktur kekuasaan politik Indonesia saat ini, sehingga hukum bisa diakali sedemikian rupa hingga tidak berkutik di bawah kendali pejabat pemerintahan dan aparat hukum korup.

Lebih lanjut, kami mencurigai adanya kepentingan pemerintahan Jokowi yang membiarkan konflik terbuka Polri dengan KPK untuk memancing kegaduhan politik, sehingga Jokowi dituntut turun tangan dan bisa menempatkan “kader” yang loyal kedalam tubuh KPK maupun Polri yang selama ini menjadi salah satu alat utama penegakan hukum, secara khusus dalam isu korupsi di Indonesia. 

Jikalah benar kanyatan demikian, maka pemerintahan yang bersih tidak akan pernah terwujud dan program pemberantasan korupsi hanya menjadi jargon politik semata oleh pemerintahan Jokowi-JK. karenanya Kami mengajak setiap elemen rakyat Indonesia untuk semakin waspada dengan berbagai bentuk tipuan dan ilusi pemerintahan Jokowi yang dikemas dalam berbagai bahasa dan bentuk yang seolah-olah berpihak pada rakyat. Masalah pemeberantasan korupsi tidaklah bisa hanya disandarkan oleh para birokrat dan pemerintah yang berwatak korup, perlawanan terhadap korupsi hanya bisa dilakukan oleh persatuan rakyat.

Senin, 16 Februari 2015

AGRA : Bank Tanah Hanya Akan Menjadi Calo untuk Merampas Tanah Rakyat.

 
Sumber :Tambang.co.id
Gagasan pemerintah untuk membentuk bank tanah semakin kuat, selain bank tanah, pemerintah melalui menteri keuangan, juga akan membentuk bank infrastruktur.  Bank tanah dirasa penting kehadirannya untuk dapat lebih menjamin ketersedian tanah bagi proyek dan investasi. Pemerintah menilai, selama ini pembebasan tanah menjadi masalah utama dalam penyediaan tanah untuk kepentingan proyek dan investasi, karena selain mendapat penolakan dari masyarakat, harga tanah yang juga cukup tinggi.

Undang-undang nomor 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentigan umum, sesunguhnya tidak hanya menjamin ketersedian tanah untuk kepentingan pemerintah semata, tetapi juga mengakomodir kepentingan swasta. Namun ini dirasa belum cukup sehingga penting membentuk badan khusus yang diberi nama Bank Tanah.

Konsep pembangunan bank tanah secara khusus ditujukan untuk menyediakan tanah siap bangun baik secara fisik maupun secara adminstrasi, yaitu melalui sertifikasi atas tanah. Pada era SBY, program sertifikasi tanah dikemas dalam progra Pembaruan Agraria Nasional (PPAN). Begitu juga dalam era pemerintahan Jokowi, program ini dikemas dengan sebutan Land Reform, yang sudah dijalankan dengan membagikan sertifikat tanah kepada masyarakat di Kalimantan Tengah belum lama ini.

Menurut Sekretaris Jenderal (Sekjen) Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Rahmat, konsep bank tanah bisa saja segera direalisasikan oleh pemerintahan Jokowi-JK, terlebih pembentukannya mendapat desakan yang sangat kuat, terutama dari para pengusaha. “Kami menilai ide konyol ini harus dihentikan, konsep bank tanah tak-ubahnya sebagai calo tanah dan akan merampas tanah-tanah rakyat,” ujar Rahmat.

Bank tanah dibentuk hanya untuk mempermudah pembebasan tanah dan sebagai langkah pemerintah melepaskan tanggung jawab dari dampak sosial yang diakibatkan oleh proyek pembangunan maupun investasi lainnya. Seharusnya pemerintah mencari solusi yang tepat didalam memecahkan masalah pembangunan, juga melihat  kenyataan mengapa masyarakat menolak pembebasan lahan. Pemerintah harus mengetahui bagaimana keadaan petani dan rakyat di Indonesia secara objektif.

Mayoritas penduduk Indonesia, khususnya petani, yang sebagian besar adalah petani gurem atau petani yang tak bertanah serta petani yang memiliki tanah sangat sempit, namun lahan tersebut sangat penting bagi kelangsungan hidupnya, jika kehilangan atau terusir dari tanahnya, sama artinya dengan kehilangan hidup yang sudah lama mereka jalani. Dalam banyak kasus, hal ini tidak pernah menjadi pertimbangan pemerintah ketika melakukan pembebasan lahan. Masyarakat hanya mendapatkan ganti rugi semata, tanpa dipikirkan dampak yang dialami masyarakat setelah kehilangan tanahnya dan bagaimana mereka melanjutkan kehidupan.

Kenyataan lain, ada segelintir orang yang diberikan kekuasaan oleh pemerintah untuk memonopoli tanah yang sangat luas. Sebagai contoh, 29 taipan diberikan penguasaan tanah oleh pemerintah seluas 5,1 juta ha atau hampir setengah dari Pulau Jawa dan mendapatkan kekayaan Rp. 922,3 Triliun atau hampir setengah dari APBN dan 2/3 lebih besar dari pendapatan seluruh penduduk Indonesia? Disinilah letak ketidakadilan terjadi. (sumber: http://m.tempo.co/read/29-Taipan-Sawit-Kuasai-Lahan-Hampir-Setengah-Pulau-Jawa)

Lebih lanjut, Rahmat menegaskan bahwa ide pemerintahan Jokowi untuk membentuk bank tanah hanya akan semakin memperbanyak perampasan tanah terhadap rakyat dan semakin meningkatkan monopoli atas tanah oleh seglintir orang. Dengan kata lain, pembangunan bank tanah dan bank infrastruktur oleh pemerintahan Jokowi-JK, hanya akan melahirkan kemiskinan yang semakin luas. Seharusnya Jokowi-JK melakukan perombakan total terhadap penguasaan tanah dan sumber agraria di Indonesia untuk kepentingan dan kesejahteraan seluruh rakyat.

Jadi dapat disimpulkan bahwa baik PPAN oleh SBY dan Land Reform yang dicanangkan oleh Jokowi, bukanlah Land Reform yang sebenarnya. Dua program itu merupakan bentuk penipuan negara terhadap perampasan tanah, yang berkedok kebijakan publik. 

Cp : Rahmat Sekjen Aliansi Gerkana Reforma Agraria (AGRA) +62 82110857684

AGRA : Putusan Praperadilan Kasus BG adalah Kemenangan Koruptor di Indonesia.

 
sumber: detik.com


Jakarta (16/2), keputusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi, mengabulkan gugatan Komjen Polisi Budi Gunawan (BG) pada sidang praperadilan atas penetapan BG sebagai tersangka oleh KPK, menjadi preseden buruk bagi pemberantasan korupsi.

Sekretaris Jenderal (Sekjend) Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Rahmat, menyampaikan kekecewaannya atas putusan pengadilan ini. Dia berpendapat putusan praperadilan yang memenangkan BG melukai perasaan rakyat. Putusan ini merupakan kemenangan bagi koruptor dan membawa angin segar para koruptor. Ini akan berdampak terhadap kepercayaan diri bagi koruptor, dengan demikian putusan ini akan menghambat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Alasan hakim untuk memenangkan gugatan BG adalah karena bukan pejabat penyelenggara negara dan bukan pula sebagai penegak hukum, sebab jabatan BG bukan Eselon satu. Hakim juga menyatakan bahwa BG tidak terbukti merugikan negara. Sayangnya dalam hal ini, hakim telah melampui kewenangannya. Seharusnya perihal kerugian negara dibuktikan melalui pengadilan tindak pidana korupsi bukan dalam praperadilan.

Rahmat menegaskan, putusan pengadilan ini merupakan cerminan pemerintahan Jokowi-JK yang melindungi koruptor dan bentuk pengingkaran terhadap janji untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dari korupsi. Terkait dengan polemik penetapan BG sebagai Kapolri, Rahmat meminta kepada Presiden untuk tetap membatalkan pelantikan, dan terus melakukan pengusutan dugaan keterlibatan BG dalam tindak pidana korupsi. Dalam kesempatan ini juga Rahmat menyerukan kepada seluruh anggota AGRA dan semua masyarakat untuk terus melakukan perlawan terhadap korupsi di Indonesia dan melawan pemerintahan yang korup.

Cp : Rahmat Sekjen Aliansi Gerkana Reforma Agraria (AGRA) +62 82110857684