![]() |
Rapat persiapan aksi warga Desa Sukamulya/AGRA |
Rapat Persiapan Aksi Menuntut Penyelesaian Konflik Warga Desa Sukamulya dan TNI AU
Salam Perjuangan!
22 Januari 2007 adalah peristiwa tragedi berdarah di Kampung Cibitung Desa Sukamulya Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor. TNI AU saat itu melakukan kekerasan terhadap rakyat yang mempertahankan tanahnya yang diakui sepi-hak oleh TNI AU. Sejak itu atau 8 (delapan) tahun sudah, rakyat di desa Suka-mulya terus berjuang mempertahankan tanah miliknya dari ancaman TNI AU.
Tanah Di Desa Sukamulya Adalah Milik Rakyat!
Luas Tanah di Desa Sukamulya saat ini adalah 1.070 hektar (Ha) dan digunakan sebagai berikut:
Luas pemukiman : 397,10 Ha (15 Kampung)
Luas pekarangan : 205,98 Ha (termasuk pertanian darat)
Luas pemakaman umum : 8,20 Ha (13 komplek TPU)
Luas pesawahan : 198,10 Ha (6 area utuh, 5 menjadi danau & 1menjadi water training TNI AU)
Luas perkantoran : 74,75 Ha (LAPAN dan Detasemen Bravo)
Luas perumahan BSD : 39,80 Ha
Luas lapangan terbang : 36,60 Ha
Luas sarana umum lainnya : 109,47 Ha (kantor desa, sekolah, masjid, pasar,dll)
Total luas tanah : 1.070 Ha
Sebelum republik ini berdiri, tanah di desa Sukamulya telah ditempati dan dikelola oleh rakyat. Rakyat di desa Sukamulya-lah yang paling merasakan de-rita di bawah penjajahan Belanda dan Jepang. Rakyat di desa Sukamulya juga patriot bangsa yang ikut berjuang mengusir penjajah, bukan hanya prajurit TNI AU. Wajar jika setelah kepergian penjajah, rakyat kembali menempati dan mengelola tanah turun temurun dan tanah bekas perkebunan Tjikoleang.
Dari sejarah dan peraturan SK Menteri Agraria No.968 28-12-1958, SK Menteri Agraria Desember 1960 & SK Bupati Bogor No.591/194/Kpts/Huk/2003 tang-gal 16-06-2003, luas tanah bekas Hak Guna Usaha (HGU) di desa Sukamulya adalah 248 Ha, dan telah diatur pembagiannya sebagai berikut:
Tanah TNI AU : 36,6 Ha
Tanah Pemkab Bogor : 16 Ha
LAPAN : 50 Ha
Tanah Desa & Penggarap : 24 Ha (14 ha tanah desa, 10 Ha tanah penggarap)
Jalan Umum : 8,285 Ha
Total luas tanah : 134,885 Ha
Sisanya dikembalikan HGU (sekitar 113,115 Ha) untuk perumahan BSD, dll
Sementara luas tanah yang telah ditempati dan digunakan secara turun temu-run atau tanah adat adalah 752 ha dan 70 ha adalah bantaran kali Cisadane. Rakyat memiliki hak mayoritas atas tanah di desa Sukamulya yaitu tanah milik turun temurun (tanah adat) seluas 752 Ha dan tanah Desa seluas 24 Ha. Klaim tanah 1.000 ha oleh TNI AU tidaklah benar!
Pemerintah Belum Berpihak Kepada Rakyat Di Desa Sukamulya
Selama 2 periode pemerintahan SBY, terbukti tidak menunjukkan keseriusan menyelesaikan konflik tanah di desa Sukamulya. Pemerintah SBY melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) & Departemen Pertahanan (Dephan), secara sepihak menerbitkan surat Dephan No.B/798/09/02/895/Ditkon tanggal 10 Agustus 2010 tentang Inventaris Kekayaan Negara (IKN) tanah TNI AU yang menyatakan kekayaan tanah milik TNI AU adalah 1.000 Ha di desa Sukamulya.
Selama 2 periode pemerintahan SBY, terbukti tidak menunjukkan keseriusan menyelesaikan konflik tanah di desa Sukamulya. Pemerintah SBY melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) & Departemen Pertahanan (Dephan), secara sepihak menerbitkan surat Dephan No.B/798/09/02/895/Ditkon tanggal 10 Agustus 2010 tentang Inventaris Kekayaan Negara (IKN) tanah TNI AU yang menyatakan kekayaan tanah milik TNI AU adalah 1.000 Ha di desa Sukamulya.
Di 2011-2012, diadakan proses verifkasi tanah yang melibatkan pihak TNI AU, Pemkab Bogor, BPN Kabupaten Bogor, Muspika (Camat, Danramil, Kapolsek) Kecamatan Rumpin, pemerintah desa Sukamulya dan perwakilan masyarakat desa Sukamulya. Hasil verifikasi tersebut menyatakan tanah yang dikuasi TNI AU hanya 75 Ha di desa Sukamulya. Tetapi hasil verifikasi ini tidak dijalankan oleh pemerintah. Pemerintah-lah yang mengawali konflik tanah berkepanjangan di desa Sukamulya, sejak keluarnya SK Kepala Staff Angkatan Perang 1950 023/P/KSAP/1950 tanggal 25 Mei 1950. Ini fakta bahwa pemerintah belum berpihak kepada rakyat, walaupun rakyat di desa Sukamulya selalu menunaikan kewaji-bannya sebagai warga negara seperti membayar pajak, ikut Pemilu, dsbnya.
TNI AU Membawa Petaka Bagi Rakyat Di Desa Sukamulya
Rakyat di desa Sukamulya tidak akan pernah lupa dengan kebiadaban dan ke-sewenang-wenangan TNI AU. Saat tragedi berdarah tahun 2007, TNI AU mela-kukan intimidasi, teror dan penyiksaan yang mengakibatkan 8 orang luka-luka (luka tembak & disiksa), 6 orang ditangkap, harta benda dirusak & dirampas, dan 120 KK terpaksa mengungsi.
Di tahun 2007, TNI AU memaksa warga kampung Cibitung melepaskan tanah seluas 24 Ha bagi pembangunan Mako Bravo Paskhas TNI AU. Warga hanya diberikan uang kerohiman Rp. 5.000/meter. Di tahun 2009, TNI AU memban-gun lapangan latihan tembak di antara kampung Malahpar-Cibitung yang ber-dekatan dengan pemukiman dan lalu lintas warga. Di tahun 2010, TNI AU se-cara sepihak menanam pohon sengon di atas tanah warga Malahpar seluas 2.400 meter.
TNI AU juga suka berbuat semena-mena seperti memblokir proses sertifikasi tanah warga di kantor BPN Kabupaten Bogor, memukul warga hanya karena selisih paham (seperti kejadian di Rancagaru belum lama ini), anak kecil usia SD disuruh lari telanjang dada di lapangan karena salah ucap, ada perempuan yang diminta melepaskan kerudung ketika melintas di depan pos, memasuki rumah warga tanpa permisi dan mengotori lantai yang telah dibersihkan sete-lah latihan, mengharuskan warga melintasi kompleks TNI AU menggunakan celana panjang, melepaskan helm, wajib lapor, dll.
Akibat kesewenang-wenangan TNI AU, sebagian besar warga kehilangan mata pencarian sebagai petani, tanah penggalian pasir water training tidak bisa lagi digunakan, jalan yang rusak akibat lalu lintas kendaraan galian pasir water training, kebisingan akibat aktivitas galian pasir water training, debu yang mengganggu pernapasan, akses jalan yang tertutup dari dan ke kampung Cibi-tung, dan rasa takut terhadap intimidasi prajurit TNI AU.
Perjuangan Rakyat di Desa Sukamulya Akan Terus dikobarkan
Selama 8 tahun, rakyat di desa Sukamulya tidak pernah berhenti menuntut pemerintah menyelesaikan masalahnya. Rakyat di desa Sukamulya juga tidak tinggal diam menghadapi ancaman dari TNI AU. Warga di Kampung Cikoleang misalnya, terus berjuang agar kendaraan truk pasir yang dibekengi TNI AU ti-dak melintasi perkampungan. Tanah-tanah yang ada juga masih tetap digarap, agar berguna bagi penghidupan rakyat.
Dari pengalaman panjang perjuangan rakyat di desa Sukamulya, perjuangan yang dilakukan tidak bisa lagi menyandarkan pada segelintir orang dan cara-cara formal semata. Harus dibangun organisasi tani, pemuda, perempuan, dll, untuk memperkuat persatuan dan mengobarkan perjuangan yang lebih gigih. Rakyat di desa Sukamulya juga harus memperluas dukungan dan kerjasama dengan seluruh rakyat Indonesia untuk memenangkan perjuangannya, sebab kedaulatan rakyat atas tanah adalah kepentingan seluruh rakyat Indonesia.
Mengenang 8 Tahun Tragedi Berdarah 22 Januari 2007, rakyat di desa Sukamulya akan melakukan aksi ke Istana Presiden, menagih janji pemerintah Jokowi menyelesaikan konflik tanah & mengembalikan Hak Tanah Rakyat di desa Sukamulya. Seluruh rakyat di desa Sukamulya harus mempersiapkan diri dan melatih kemampuannya, agar aksi ini tercapai sesuai tujuannya.
Karenanya aksi dan perjuangan Rakyat Rumpin perlu mendapat dukungan dari semua pihak secara luas. Dukungan dapat dilakukan dengan cara menyampaikan pesan solidaritas yang dapat dikirimkan ke alamat email : agra.pusat@gmail.com yang akan dibacakan dalam aksi pada tanggal 22 Januari 2015. Surat dukungan juga dapat berupa desakan kepada pemerintah Jokowi-JK untuk segera menyelesaikan konflik yang terjadi dengan memastikan pemenuhan hak rakyat rumpin.
Salam
Tidak ada Demokrasi Tanpa Land Reform.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar