Rabu, 28 Mei 2014

CATCHING THE 5 VILLAGERS OF BATU DAYA, SIMPANG DUA SUB-DISTRICT, KETAPANG DISTRICT, WEST KALIMANTAN.


STATEMENT
Alliance of Agrarian Reform Movement


CATCHING THE 5 VILLAGERS OF BATU DAYA, SIMPANG DUA SUB-DISTRICT, 
KETAPANG DISTRICT, WEST KALIMANTAN.



Exampt the villagers of Batu Daya, terminate the chief of the West Kalimantan Police and give back the land to the Indigenous communities that have been grab by PT. Swadaya Mukti Prakarsa.


May 5, 2014, At 06.00 pm Monday. villagers of Batu Daya, Simpang Dua subdistrict, Ketapang District of West Kalimantan Province was shocked by a group of police, brimob and the company PT. Swadaya Mukti Prakarsa (SMP).

When Antonyius Situ and Libertus drive the motorcycle, on the way to work in PT. SMP / FR, In 28 Km, the part of Batu Daya Village suddenly a group police stop and gun point to them, and than arrest Antonius Situ with his hand was handcuffed. The Police bring Antonius by Dalmas car, while Libertus managed to escape in to the forest.


After arresting Anthony sintu, the group of mobile brigade (Brimor) proceeded enter to the Batu Daya village to the Mr. Anyun’s house, immediately arrested and handcuffed him without showing an arrest warrant. And then, the group of police divided into two teams, one team going to the Mr. Bethlyawan’s house (Head village of Batu Daya), while the other team going to the Mr. John Singkul’s house (Chairman of BPD) .

The head village’s wife, Leni Marliyana try to ask the group of Brimob that come to their house about the Brimob intentions, but one of the Brimob gun point to her. After, Mr Bethlyawan see the incident, he reacted and stated “if you want to arrest me and my wife, please arrest also our son because no body will take care of”. Finally, the Brimob just arrest Mr. Bethlyawan and let his wife and son.

Meanwhile, another group of Brimob was in Mr. John Singkul’s house, surrounded the house and put a gun to Jidin (25) who works as a home pack in Singkul John’s house, a cop questioned to him whether the truth of the house belonging to Mr. John, because he is afraid and do not understand Jidin not answer.

And then The group of Police entered in the house by broke down the door of the house, 8 police go in through front door and then broke three bedroom door; Teten’s room, who was lying because of fever, next is Mr. Rudi’s room (John Singkul’s brother in law) was also sick (Stroke), and the last was Saputra’s room (John Singkul’s son in law).

While four policemen entered through the back door and met with Ms. Dandang (Mr. John Singkul’s wife) who was cooking. Then the police ask her “where is Mr. John Singkul”, because the police does not get direct answers, they ransacked and find Mr. John Singkul in toilets and directly attacking and arrest, the person holding the neck, the two police hit the left and right foot, and also hit Mr. John singkul’s head, so he fell down and immediately dragged, his wife saw the incident and then she said" he is not an animal, why you do that" a policeman threatening her after got the question" just silence it will well taken care of" Ms. Dandang then replied "if taken care well why did you continue beaten and not picked up nicely, do not be dragged like that"

The arrest incident, looked by some mother and the childre, Mr. Yohanes neighboars. By saw a lot of people looked the incident, one of the Brimob held a weapon while saying "You do not intervene, quickly entered to your house". Viewing events that accompanied the arrests and beatings of force, Mr. Puram Jorben Marinel (30) is a “limnas” Batu Daya village (neighbor Mr. John Singkul) conduct a defense of arrests that occurred and then attraction towards Mr. John and asked the police not to commit acts of violence. After got protests from the Mr. Jorben, 6 police surrounded and one hit Mr. Jorben’s face and then arrested and brought to the West Kalimantan Police office.

On the way to Pontianak, the group of brimob that brought 5 villagers of Batu Daya village stop in crossroads, when they stopped the group man; the management of PT. SMP namely Mr. Hidayat Nasution (manager coordinator), Mr. Tri Brata (general askep) and the two guards,  approached to the brimob, then they communicate but not body from (5 villagers that arrested) what they discuss about, and after that the brimob continue the trip .

Around the area of  the “simpang ampar” the group stop for lunch, before take lunch and take a rest, one police ask to the 5 villagers" who the perpetrator throwing stones against police during the incident at Camp Company PT. SMP on October 26, 2013?" the 5 villagers who arrested did not answer, then the police ask again "who is named Mr. Anyun?" then one answer and raising hand "me sir" then immediately, the police hit Mr. Anyun’s face by his hand, the other police that saw the incident reminded not to do it again.

After arriving in West Kalimantan regional police office at 15.00 am, 5 people arrested brought to the regional police investigator room and taking picture by the police, and then they interviewed by thepolice

The next day, May 6, five villagers that arrested are asked to sign an arrest warrant with the date May 5, 2014. Then 3 people freed, they are Mr. Antoniyus sintu, Mr. Bethlyawan and Mr. Marinel jorben Puram, while the 2 people, they are Mr. Anyun and Mr. John Singkul on hold.

From the above kornologis show us that arrested that committed by the police and Brimob to the villagers Batu Daya village, Simpang Dua subdistricts Ketapang districts, West Kalimantan Province impressed in force and trample applicable law (according to article 17 of the Criminal Procedure Code and explanation).

By the arrested incident that inhumane acts, Alliance of Agrarian Reform Movement demands expressed as follows:

  1. Exempt the five farmers from Batu Daya Village, Simpang Dua subdistrict, Ketapang district of West Kalimantan province that has been arrested by police units and brimob west Kalimantan regional Police by inhumane.
  2. We ask to the police chief to removed and judge the chif of West Kalimantan Police region, as the person who responsible for the inhuman arrests of five villagers of Batu Daya village, Simpang Dua subdistricts Ketapang districts, West Kalimantan Province.
  3. Give back the land to the villagers Batu Daya that suspected grab by PT. Swadaya Mukti Prakarsa.
  4. Stop the criminalization of the peasants throughout Indonesia are demanding their land rights in return.
  5. Implement Genuine Agrarian Reform

Herewith we also call upon all the peasants :
  1. Strengthening peasant unity by forming a national democratic mass organization.
  2. Promote the struggle for the implementation of genuine agrarian reform.
  3. For all parties to support the struggle of the peasants in the Batu Daya village in terms of maintaining their land rights .

Jakarta , May 25, 2014

Alliance of Agrarian Reform Movement (AGRA)



Rahmat Ajiguna
Secretary General

Senin, 26 Mei 2014

Peringati Dua Tahun Penyerangan Berdarah oleh PTPN II, Petani Gelar Aksi Anti Kekerasan




Deli serdang- Kamis (22/5/2014).  Ratusan petani Desa Sei Mencirim kecamatan Kutalimbaru Deli serdang menggelar aksi damai di atas Tanah reklaiming  dalam rangka  peringatan   tragedi berdarah penyerangan PTPN II terhadap masyarakat.

Dengan memakai seragam hijau-hijau ratusan warga melakukan iring-iringan mengelilingi lokasi bekas terjadinya peristiwa bentrokan. Di iringi dengan tabur bunga dan ziarah ke TPU lokasi penguburan pejuang tanah. Teriakan persatuan dan yel-yel anti kekerasan aparat terhadaprakyat terus dikumandangkan sepanjang proses aksi. “Jangan ada lagi kekerasan terhadap kaum tani yang memperjuangkan tanah leluhurnya, karena rakyat sudah lelah dengan kekerasan”, Ungkap Zakaria, Ketua Kelompok Tani.

Peristiwa bentrok yang terjadi 2 tahun lalu, dilatarbelakangi oleh adanya sengketa tanah di areal Desa Sei Mencirim dan Namorube Julu antara petani dan PT.PN II. Petani memiliki dasar yang kuat atas tanah sejak pendudukan pertama kali tahun 1953, dan di dukung juga oleh surat dari Kantor Reorganisasi Pemekaran Tanah Sumatera Utara tahun 1956. Setiap pendudukan mendapatkan jatah tanah seluas 11.000 m2, seluas 1000 tanah untuk pemukiman dan sisanya untuk perladangan. Total penduduk yang mendapatkan pembagian tanah sebanyak 385 KK. Tanah di distribusikan secara bertahap, dengan tahap pertama diberikan 5.000 m2, dan tahap kedua rencananya 6.000 m2.

Kepastian atas distribusi tanah tahap kedua tidak pernah didapatkan petani, justru pada tahun 1966 dengan alasan situasi darurat politik dan tuduhan atas organisasi terlarang, tanah petani dirampas oleh pihak perkebunan PTP IX. Pada tahun-tahun selanjutnya usaha masyarakat untuk mendapatkan tanahnya kembali tidak dihiraukan oleh pemerintah maupun perkebunan, petani malah mendapatkan tindakan represif dari preman bayaran maupun aparat kepolisian/TNI.

Secara bertahap kejadian kekerasan terhadap petani diawali pada tahun 1966, berlanjut tahun 1997, 1998, 2003, dan terakhir tahun 2012. Bahkan pada tahun 2012, terjadi 2 kali bentrok, dengan melibatkan 1.300 preman bayaran perkebunan yang menggunakan 28 truk dan berbagai peralatan perang melawan 500 petani yang mempertahankan lahan. Dampaknya, sebanyak 4 orang  luka dan 6 orang petani di kriminalisasikan.

“Saat ini masyarakat sudah bangkit dan memperkokoh semangat juang serta persatuan di dalam wadah Kelompok Tani Maju Jaya (KTMJ). Bersama rekan-rekan buruh dan mahasiswa serta jaringan organisasi tani lainnya akan tetap mempertahankan tanah rakyat dari ancaman perampasan tanah oleh tuan tanah dan melakukan tuntutan terhadap pemerintah agar segera memenuhi hak kaum tani atas tanah sebagai sumber kehidupannya.” Ungkap Zakaria.

Selain kegiatan ceremonial anti kekerasan, kegiatan ini juga sebagai peresmian posko tani di atas tanah perjuangan dan ajang konsolidasi guna memperluas dukungan terhadap perjuangan hak atas tanah bagi petani di Desa Sei Mencirim dan sekitarnya. Kegiatan ini juga didukung oleh buruh dan mahasiswa dengan melakukan aksi dan hadir dalam kegiatan. Di tempat berbeda ketua DPD GSBI, Ahmadsyah menyatakan “ akan terus memberikan dukungan kepada petani untuk memperjuangkan haknya”. 

Aksi beralanjut dengan pidato politik dari berbagai organisasi pendukung. Tampak ratusan warga bersemangat mengikuti aksi, malam harinya aksi semakin semarak dengan adanya hiburan organ tunggal yang digelar semalaman. 

Minggu, 25 Mei 2014

Mengutuk Tindakan Polda Kalbar Yang Melakukan Kekerasan dan Penangkapan Terhadap Petani





Pernyataan Sikap

Pimpinan Pusat AGRA

Aliansi Gerakan Reforma Agraria

ATAS PENANGKAPAN 5 WARGA  DESA BATU DAYA KEC. SIMPANG DUA, KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT.

Bebaskan warga Desa Batu Daya , Pecat Kapolda Kalimantan Barat dan 
Kembalikan Tanah masyarakat Adat yang telah di rampas
oleh PT. Swadaya Mukti Prakarsa !


Senin Pagi pukul 06.00 wib tanggal 5 Mei 2014 warga desa Batu Daya kecamatan Simpang Dua Kabupaten Ketapang Propinsi Kalimantan Barat dikejutkan dengan adanya rombongan polisi, brimob dan orang perusahaan PT. Swadaya Mukti Prakarsa (SMP).

Sebelum masuk desa, rombongan satuan Brimob tersebut berpasan dengan Antoniyus Sintu dan Libertus di Km 28 wilayah desa Batu Daya saat keduanya dalam perjalanan menuju tempat kerja di PT. SMP/FR, dengan mengendari Sepeda motor, tiba-tiba rombongan polisi menghadang dan menodongkan senjata laras panjang dan kemudian menangkap Antonius Sintu dan memborgol tangannya yang kemudian dimasukan di Mobil Dalmas, sedangkan Libertus berhasil melarikan diri ke Hutan.

Setelah melakukan penangkapan terhadap Antonius sintu, rombongan Brimob Polda Kalbar melanjutkan perjalanan memasuki Desa Batu Daya menuju rumah Bpk. Anyun, begitu tiba pasukan Brimob langsung menangkap dan memborgolnya tanpa menunjukkan surat perintah penangkapan. kemudian rombongan di bagi menjadi dua tim, satu tim menuju rumah Bpk. Bethlyawan (Kades Batu Daya), sedangkan tim lainnya menuju rumah Bpk. Yohanes Singkul (Ketua BPD).

Dirumah pak Bethlyawan rombangan tersebut dipertanyakan oleh Leni marliyana Istri Kades atas maksud kedatangan pihak Brimop, namun oknum Brimob justru mengarahkan senjata laras panjang kepada Leni marliyana, milihat kejadian itu Bpk Bethlyawan bereaksi dan menyatakan “bila mau menangkap saya dan istri , tangkap sekalian anak kami karena tidak ada yang mengurus” akhirnya polisi hanya menangkap Bpk. Bethlyawan dan membiarkan Istri serta anaknya.

Sedangkan rombongan lain yang berada di rumah Bpk. Yohanes Singkul, mengepung rumah dan menodongkan senjata terhadap Jidin (25) yang bekerja sebagai tukang dirumah pak Yohanes Singkul, seorang polisi mempertanyakan kebenaran rumah tersebut apakah milik Bpk. Yohanes, karena katakutan dan tidak mengerti duduk persoalannya,  Jidin tidak menjawab.

Kemudian rombongan polisi tersebut masuk dengan cara mendobrak pintu rumah, 8 orang polisi masuk melalui pintu depan kemudian mendobrak tiga pintu kamar masing-masing kamar Ibu Teten yang sedang berbaring karena demam, yang kedua kamar Bpk. Rudi (adik ipar) pak. Yohanes Singkul yang juga dalam keadaan sakit karena struk, dan kamar Dedi saputra menantu Bpk. Yohanes Singkul. Sedangkan 4 orang polisi masuk melalui pintu belakang dan bertemu dengan ibu Dandang (istri) Bpk. Yohanes singkul yang sedang memasak. Kemudian mempertanyakan dimana keberadaan Yohanes Singkul, karena tidak mendapat jawaban ke empat polisi langsung mengeledah dan menemukan Bpk. Yohanes Singkul didalam Toilet dan langsung menyergap dan menangkap, satu orang megang leher, dua orang memukul kaki kiri dan kanan juga memukul kepala Bpk. Yohanes singkul, sehingga tersungkur dan langsung menyeretnya, melihat kejadian tersebut sang istri mengatakan “dia bukan binatang kok dipukul” mendapat pertanyaan tersebut salah seorang polisi manghardik “diam ini akan diurus baik-baik” kemudian Ibu Dandang menjawab “kalau diurus baik-baik kenapa terus dipukul dan tidak dijemput dengan baik-baik, jangan diseret seperti itu”

Kejadian penangkapan ini, disaksikan oleh para Ibu dan anak-anak di depan rumah pak. Yohanes, melihat banyak warga, salah seorang Brimob menodongkan sejata sambil mengatakan “Kalian jangan ikut campur, cepat masuk rumah”. Melihat kejadian penangkapan  yang disertai dengan pemukulan dan kekerasan, Puram Jorben Marinel (30) yang merupakan anggota Limnas Batu Daya (tetanggga pak. Yohanes Singkul) melakukan pembelaan atas penangkapan yang kemudian terjadi tarik-menarik terhadap Pak. Yohanes dan meminta kepada polisi untuk tidak melakukan tindak kekerasan, mendapat protes dari pak Jorben 6 orang polisi mengepung dan satu orang lagi memukul muka Bpk. Jorben dan kemudian menangkap serta  membawanya menuju Polda Kalimantan Barat.

Dalam perjalanan menuju Pontianak, rombongan Brimob yang membawa 5 orang warga desa Batu daya berhenti dipersimpangan jalan, arah ke Ketapang dan arah ke Polsek Simpang dua, pada saat berhenti rombongan polisi didatangi oleh pihak menejemen PT. SMP yakni Bpk. Hidayat Nasution (kordinator menejer), Bpk. Tri Brata (askep umum) dan dua orang Satpam, kemudian mereka berkomunikasi tetapi tidak diketahui topik pembicaraan oleh ke 5 orang yang ditangkap, kemudian rombongan melanjutkan perjalanan.

Di sekitar kawasan Simpang Ampar rombongan Polisi yang melakukan penangkapan tersebut berhenti untuk makan siang, sebelum makan dan istiraht salah satu polisi bertanya kepada wagra yang ditangkap “siapa pelaku pelemparan batu terhadap Polisi saat kejadian di Camp Perusahaan PT. SMP pada tanggal 26 Oktober 2013” atas pertanyaan itu ke 5 orang yang ditangkap tidak memberikan jawaban, kemudian polisi tersebut melanjutkan pertanyaannya “siapa yang bernama Bpk. Anyun” kemudian salah seorang menjawab sambil mengangkat tangan “saya pak” lalu polisi tersebut langsung melayangkan tangannya ke muka Bpk. Anyun, tindakan polisi ini di tegor dan diingatkan oleh polisi lainnya untuk tidak melakukannya lagi.

Sesampai di Polda Kalbar pada pukul 15.00 Wib, ke 5 orang yang di tangkap di bawa menuju ruang penyidik polda Kalbar dan diambil gambarnya, selesai di photo kemudian mereka dimintai keterangan (BAP).

Keesokan harinya tanggal 6 Mei, kelima warga baru diminta untuk menandatangani surat perintah penangkapan tertanggal 5 Mei 2014. Kemudian 3 orang di bebeskan yakni Antoniyus Sintu, Bethlyawan dan Puram jorben Marinel, sedangkan 2 orang lainnya di tahan yakni Bpk. Anyun dan Bpk. Yohanes Singkul.

Dari kronologis diatas mengambarkan bahwa penagkapan yang dilakukan oleh aparat keamanan dalam hal ini Polisi dan Berimob terhadap warga Desa Batu daya Kecamatan Simpang dua Kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat terkesan di paksakan serta menginjak-injak aturan hukum yang berlaku. (Baca KUHAP pasal 17 dan penjelasannya).

Atas perbuatan penagkapan yang tidak manusiawi tersebut diatas dengan ini Aliansi Gerakan Reforma Agraria menyampaikan tuntutan sebagai berikut :
1)  Bebaskan lima petani desa batu daya kecamatan simpang dua kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat yang telah ditangkap oleh satuan polisi dan berimob kapolda kalimantan barat  secara tidak manusiawi.
2)  Kami minta kepada Kapolri agar mencopot dan mengadili kapolda kalimantan barat sebagai orang yang bertanggung jawab dalam penagkapan yang tidak manusiawi terhadap lima warga desa batu daya kecamatan simpang dua kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat.  
3) Kembalikan tanah warga masyarakat desa batu daya yang di duga telah diramapas oleh PT. Swadaya Mukti Prakarsa.
4) Hentikan kriminalisasi terhadap kaum tani diseluruh indonesia yang menuntut hak atas        tanahnya di kembalikan.
5) Segera Laksanakan Reforma Agraria Sejati

Bersama ini juga kami menyerukan kepada seluruh kaum tani
1)  Perkuart persatuan kaum tani dengan membentuk organisasi massa yang demokratis nasional.
2) Perhebat terus perjuangan untuk menuntut dilaksanakannya Reforma Agraria Sejati.
3) Untuk seluruh pihak agar mendukung perjuangan kaum tani di desa Batu daya dalam hal         mempertahankan hak atas tanahnya.


Jakarta, 25 Mei 2014
 Pimpinan Pusat
Aliansi Gerakan Reforma Agraria

Rahmat Ajiguna
Sekjend

Senin, 12 Mei 2014

KETIKA TANAH DIMONOPOLI UNTUK BISNIS MAKAM MEWAH Krisis Lahan Makam Akan Cepat Merambah Ke Kota-Kota Kecil, Bahkan Pedesaan


Foto : fajrin-dimension.blogspot.com

Dikota-kota besar di Indonesia, krisis lahan makam menjadi masalah yang delimatis, bagaimana tidak satu sisi menguburkan jenasah adalah menjadi keharusan dan telah membudaya secara turun temurun, di sisi lain makin banyaknya angka kematian maka semakin banyak luas tanah yang di butuhkan yang berarti pula akan terjadi penyempitan ruang untuk manusia yang masih hidup, inilah delima krisis lahan makan yang sedang di hadapi khususnya di kota-kota besar, tetapi bisa saja kedepan akan merambah hingga kepelosok desa. Karenanya mengatasi krisis lahan makam haruslah mendapat perhatian serius dari pemerintah.

Hal yang pertama harus dilihat oleh pemerintah adalah, mengapa terjadi krisis lahan dan bagimana untuk mengatasinya atau setidaknya bagaimana menghambat terjadinya krisis lahan makan sebagai solusi jangka pendek. Tetapi di masa depan pemerintah harus sanggup untuk memecahkan masalah krisis lahan makan secara setrategis.

Keumuman pemikiran yang berkembang terjadinya krisis lahan makam disebabkan oleh meningkatnya angka kematian dari waktu ke waku, seperti halnya angka kelahiran pemikiran benar, tetapi tidak kenyataan lain yang mempercepat krisis lahan pemakanan tidak hanya meningkatnya angka kematian semata, tetapi ada faktor lain yang menyebabkan semakin cepatnya krisis lahan makam.

Di Jakarta misalnya angka kematian sehari diperkirakan mencapai 100 orang, artinya membutuhkan tanah setidaknya 200 meter persegi, jika kita asusmsikan satu jenasah membutuhkan 2 meter persegi, sedangkan luas tanah jakarta seluruhnya 740,3 Km, maka tanah jakarta akan habis untuk makam setelah 10141 tahun atau 156 keturunan jika kita asumsikan usia manusia hidup rata-rata 65 tahun, tetapi masalah lain adalah tanah jakarta tidak hanya dipruntukan sebagai lahan makam.

Beberapa fakta terjadinya percepatan kiris lahan makam di kota-kota besar seperti Jakarta adalah adanya alih fungi lahan makam untuk pembangunan gedung, pertokoan dan jalan, sebab lain adalah adanya kepentingan bisnis dalam masalah kematian dengan kata lain terjadinya monopoli lahan untuk pemakaman oleh corporation. Di tangan para pengusaha besar melaui perusahaan, kematian adalah bisnis yang menggiurkan dan sebagai upaya untuk mengakumulasi modalnya.

Sebut saja San Diego Hills yang dikelola oleh PT lippo Karawaci tbk, pemakaman yang memiliki luas lahan 500 hektar maka jika di buat pemakaman 2 meter persegi bisa memakamkan 2,5 juta jenasah, tetapi karena konsep bisni untuk meraup keuntungan dengan berbagai fasilitas maka jenasah yang bisa di makamkan di tempat tersebut tidak lebih dari 1,25 jt jenasah saja. Ini baru satu bisnis makam yang ada sedangkan di jakarta dan kota-kota besar lainnya sudah banyak sekali bisnis yang dilakukan oleh para pengusaha yang hanya memikirkan bisnis dan keuntungan. Karennya salah satu cara yang setidaknya bisa dilakukan oleh pemerintah adalah melarang monopoli tanah untuk bisnis makam oleh corporation.


Selasa, 06 Mei 2014

Perkuat Aliansi Dasar Buruh dan Tani, AGRA turut Aksi May Day


agra-indonesia.org, Jakarta.Peringatan hari buruh Internasional yang jatuh pada tanggal 1 Mei, tetap diperingati puluhan ribu buruh dengan turun ke jalan, meskipun sudah di tetapkan sebagai hari libur untuk memperingati hari buruh Intenasional melalui keputusan Presiden No. 24 tahun 2013 mereka tetap memperingati haru buruh dengan demonstrasi di depan Istana Negara (1/05/2014)

Pasalnya penetapan 1 Mei sebagai hari libur untuk peringatan hari buruh Internasional, bukalan semata-mata hadiah dari pemerintah, tetapi proses panjang perjuangan kaum buruh di Indonesia sejak tahun 1990 an. Lebih lanjut berbagai persoalan yang di hadapi oleh buruh semakin kompleks, masalah politik upah murah, kebebasan berserikat, masih diberlakukannya sitem kerja kontrak dan outsourcing, dan belum diberikannya jaminan kesehatan yang sepenuhnya di tanggung oleh Negara, adalah masalah yang kongret kaum buruh Indonesia dan menjadi fokus perjuangan saat ini, begitu tegas Rudy HB Daman ketua umum Gabungan serikat Buruh Independen (GSBI) yang sekaligus Koordinator Front Perjuangan Rakyat.

Rudy HB Daman menambahkan, bahwa peringatan hari buruh di gelar di berbagai daerah dan tidak hanya di peringati oleh kaum buruh, Front Perjuangan Rakyat (FPR) yang merupakan aliansi patriotik yang terdiri dari buruh tani, mahasiswa, perempuan, buruh migran, dan organisasi lingkungan (GSBI, AGRA, PMKRI, GRI, FMN, WALHI, ATKI) menegaskan bahwa peringatan hari buruh ini juga sebagai momentum untuk mengkampanyekan persoalan seluruh rakyat ditengah ilusi PEMILU akan perubahan bagi rakyat. Karenanya FPR mengusung tema “Gerakan Rakyat menuntut penghentian perampasan upah, kerja, tanah dan SDA, serta diberikannya jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang sepenuhnya ditanggung oleh Negara”

Dalam orasinya, Ridwan Hasanudin pimpinan Pusat AGRA menyampaikan ucapan selamat atas kemenangan perjuangan kelas buruh Indonesia atas ditetapkannya 1 Mei menjadi hari libur untuk memperingati hari buruh Internasional. Ridwan juga menjelaskan, bahwa AGRA sebagai organisasi tani tingkat nasional, yang menggorganisasikan, petani, nelayan dan suku bangsa minoritas (Masyarakat Adat) mengambil bagian dalam peringatan hari buruh serempak di berbagai daerah, keputusan ini dilandasi atas pandangan bahwa persoalan yang di hadapi oleh kaum buruh tidak bisa terlepas dari persoalan yang di hadapi oleh petani.

Politik upah murah di Indonesia memiliki basis sosial persoalan di pedesaan, masifnya perampasan tanah yang melahirkan cadangan tenaga kerja dan bermigrasi kekota, adalah syarat utama dari diberlakukannua politik upah murah di Indonesia. Perjuangan kaum tani untuk reforma Agraria sejati adalah pondasi atas pembangunan industri nasionalsebagai tuntutan dan cita-cita kelas buruh dan seluruh Rakyat Indonesia, tanpa reforma Agraria sejati mustahil, Industri naional dapat di bangun di Indonesia, sebab bagaimana mungkin membangun Industri nasional jika sumber kekayaan alam di dominasi dan dikuasi oleh Imperialisme yang bekerja sama dengan borjuasi besar komperador dan tuan tanah besar melalui pemerintahan boneka.

Karenanya keterlibatan kaum tani dalam peringatan hari buruh Internasional, merupakan upaya nyata untuk terus memupuk dan memperkuat aliansi dasar buruh dan tani, sebagai kekuatan pokok perubahan di Indonesia. Dalam orasi penutupnya Ridwan menyampaikan pandangan dan sikap AGRA terkait dengan pemilu bahwa tidak ada sedikitpun syarat akan lahir sebuh pemerintahan yang anti terhadap Imperialisme dan anti terhadap Feudalisme dalam pemilu 2014, karenanya hanya terus memperkuan dan memperluas organisasi untuk memperkeras perjuangan reforma agraria sejati dan pembangunan industry nasional adalah jaminan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.