Jumat, 23 Januari 2015

Meuntut Penyelesain Konflik Tanah dengan AURI, Warga Rumpin Genggam Solidaritas Internasional.

Aksi Warga Rumpin 22/1/2015 di Istana Negara Dok AGRA
Kamis, 22/1/2015, Hari ini, sekitar 2000 massa warga desa Sukamulya bersama perwakilan berbagai organisasi dan lembaga, datangi istana memperingati delapan tahun perjuangannya, menuntut penyelesaian konflik tanah yang dihadapinya melawan TNI Angkatan Udara.

Tepat 22 Januri delapan tahun lalu (2007), TNI AU melakukan klaim atas 1000 tanah di desa Sukamulya yang telah ditempati dan dikelola oleh warga turun-temurun sejak sebelum kemerdekaan. Diatas tanah desa dengan total luas wilayah 1075 ha, TNI AU melakukan penyisiran di desa yang menyebabkan bentrokan dengan Warga dan mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan kerusakan harta benda. 1 orang warga tertembak, 6 orang ditangkap dan dianiaya, puluhan orang luka, hingga sebagian besar warga desa kemudian terpaksa mengunsi ke daerah lain karena ketakutan.

“Peristiwa tersebut, kami sebut Tragedi Berdarah”, Ungkap Ibu Neneng, salah satu warga Desa Rumpin yang tanah garapannya juga termasuk dalam klaim AURI. “Kami tidak akan pernah lupa, bagaimana AURI memperlakukan kami dengan Semena-mena, mereka menembak, memukul, menjarah dan merusak harta benda kami, Lanjut Dia”, “Jika hingga delapan tahun ini pemerintah masih belum menyelesaikan konflik ini, perjuangan kami juga tidak akan terhenti, Tegasnya”.

Rahmat Ajiguna (Sekjen. Aliansi Gerakan Reforma Agraria-AGRA) Mengungkapkan, Aksi ini telah kami persiapkan sejak kurang lebih dua bulan lalu. Selain mempersiapkan dilapangan, dengan memberikan pendidikan dan propaganda kepada masayarakat warga Rumpin, Kami juga melakukan kampanye ke Seluruh daerah hingga Internasional untuk mengggalang dukungan masyarakat luas, demi terselesaikannya konflik tanah ini. Sebab sampai delapan tahun ini, Pemerintah belum juga menunjukkan keseriusannya dalam menyelesaikan konflik ini, Lanjutnya.

Rahmat menyampaikan, Sejak beberapa hari yang lalu, kami telah menerima dukungan dan pesan solidaritas dari basis dan Jaringan AGRA diberbagai Daerah. Kami juga menerima Pesan solidaritas dari berbagai organisasi gerakan dan koalisi petani, baik di Asia maupun Global, seperti KMP di Filipina, APC di Regional Asia dan PCFS secara global, Jelas Rahmat.

Kilusang Magbubukid ng Pilipinas (KMP) dan Asian Peasant Coalition (APC) menyampaikan salut setinggi-tingginya untuk para petani, Warga desa Sukumalya, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor di Provinsi Jawa Barat, Indonesia yang masih tetap teguh dan konsisten untuk berjuang dengan gigih mempertahankan tanahnya hingga delapan tahun ini.

“Kami menyatakan diri bersama Kawan-kawan sekalian dalam perjuangan mempertahankan tanah leluhur Kawan-kawan. Jangan pernah menyerah berjuang untuk mempertahankan tanah Kawan-kawan! Nenek moyang Kawan-kawan sekalian telah berjuang menolak dan melawan penjajahan Belanda dan telah berjuang membela tanah yang sama dengan yang Kawan-kawan perjuangkan saat ini”.

Demikian penggalan pesan Solidaritas yang disampaikan oleh Organisasi gerakan tani dan Koalisi petani Asia tersebut. Selain itu, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (PCFS), dalam pesan Solidaritasnya juga menyampain salut dan dukungannya untuk perjuangan Warga Rumpin. Dalam penggalan suratnya yang telah diterjemahkan, PCFS menyampaikan,

“Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan mengutuk keras pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia atas hak-hak rakyat Kampong Cibitung dan lainnya di Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Kami mendesak Pemerintah Indonesia saat ini untuk segera ambil bagian dalam penyelesaian konflik tersebut, bukan justeru turut memberikan kontribusi untuk memperparah konflik tersebut. Berbagai tindakan Intimidasi dan pelecehan-pelecehan juga harus segera dihentikan. Rakyat di kecamatan Rumpin berhak untuk membela dan memepertahankan setiap hak mereka. Mereka juga berhak atas keadilan mendapatkan hak untuk merebut kembali dan mempertahankan tanah mereka”.

Masih ada sejumlah dukungan dan pesan yang tentunya tidak dapat kami sampaikan satu-persatu, tutup Rahmat.


Info:

PCFS: http://www.foodsov.org/

APC: http://www.asianpeasant.org/

KMP: http://kilusangmagbubukid.weebly.com/

Rabu, 21 Januari 2015

Warga desa Sukamulya menemui Sekretaris Kabinet bahas konflik tanah warga vs TNI AU

Staf Khusus Seskab Jaleswari Pramodhawardani menerima dokumen dari wakil warga Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, Parung, Bogor, Jawa Barat, di kantornya/setkab.go.id

Jakarta, Rabu 21 Januari 2015, empat orang perwakilan warga desa Sukamulya Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor Jawa Barat menemui Sekretaris Kabinet Kerja Jokowi-JK. Dengan didampingi oleh LBH Jakarta, Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) dan Front Mahasiswa Nasional (FMN), warga desa Sukamulya bertemu dengan staf khusus Sekretaris Kabinet Jaleswari Pramodhawardhani.

Dalam pertemuan itu, warga menyampaikan perihal konlik yang terjadi di Sukamulya antara warga dan TNI AU. Menurut warga, TNI AU secara sepihak telah mengklaim tanah rakyat di  seluas 1000 Ha, yang didaftarkan ke Inventaris Kekayaan Negara (IKN). Kenyataanya sudah ada pembagian tanah-tanah eks-HGU NV. Cultuur Matshappij Tjikoleang yang menyatakan tanah untuk TNI AU hanya seluas 36,6 Ha.

“Kami menolak klaim TNI-AU atas tanah di desa kami yang seluas 1000 Ha. Berdasarkan sejarah dan SK-SK yang pernah dikeluarkan hanya 36,6 Ha. Dan sudah ada upaya duduk bersama antara MUSPIKA, PEMKAB, BPN kantor kabupaen Bogor, TNI AU, dan perwakilan warga pada tahun 2011-2012, namun hasilnya tidak pernah ditindak lanjuti,” ungkap Maman, salah satu warga Desa Sukamulya. Maman menambahkan akibat dari klaim sepihak oleh TNI AU sempat terjadi penembakan, kekerasan dan pengusiran terhadap warga di kampung Cibitung pada 22 Januari 2007.

Sekretaris Jendral Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Rahmat Ajiguna, mengatakan surat pendaftaran IKN oleh TNI AU ilegal karena dilakukan setelah menjadi sengketa dan tidak memiliki dasar yang kuat. 

Dalam pertemuan itu warga meminta agar Sekab bisa memanggil pihak-pihak terkait seperti DPR RI, Kementrian Pertahanan, Kementrian Keuangan, dan Kementrian Agraria untuk segera mencabut klaim TNI-AU atas tanah di desa Sukamulya dan menyelesaikan konflik agrarian sesuai janji presiden Jokowi ketika kampanye.

Selasa, 20 Januari 2015

Menuntut Penyelesaian Konflik Tanah Dengan TNI AU

Beberapa warga pemuda, perempuan, laki-laki dan anak-anak berkumpul disalah satu rumah ketua rukun tangga (RT) desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor. Dengan penuh semangat warga menuliskan berbagai kalimat-kalimat perjuangan dikardus-kardus bekas. Sebagian lain menjahit karung bekas dengan rapi untuk dijadikan spanduk. Sore itu warga sedang mempersiapkan berbagai macam peralatan aksi demonstrasi untuk dibawa ke Jakarta pada tanggal 22 januari 2015. 

Panitia aksi telah melakukan pendataan warga, kurang lebih 1500 warga akan ikut serta dalam aksi yang dilangsungkan Istana Negara. Panitia juga sedang mempersiapkan 23 bis besar yang dananya hasil iuran warga desa. Persiapan aksi sudah dipersiapkan selama dua bulan terakhir. 

“Warga melakukan aksi menuntut kepada Presiden agar dapat membantu menyelesaikan permasalahan agraria warga desa sukamulya dengan Pihak AURI Lanud Atang Sendjaya”, kata neneng, perwakilan perempuan Desa Sukamulya. Masalah agaria Desa Sukamulya diawali tahun 2006 saat AURI Lanud Atang Sendjaya masuk memperbaiki bandara peninggalan Jepang dan membangun perumahan untuk AURI. AURI mengklaim memiliki tanah 1000 HA yang meliputi desa sukamulya yang didalamnya terdapat 16 kampung.

“Kami menolak klaim AURI Lanud Atang Sendjaya, warga desa sukamulya telah hidup turun menurun, karena itu kami mempertahankan tanah kami.” Tambah bu neneng. Tanggal 22 januari 2007 AURI Atang Sendjaya melakukan berbagai tindakan kekerasan terhadap warga yang mengakibatkan satu orang warga luka tertembak, sepuluh warga luka karena dipukuli aparat AURI, enam warga diculik dan dianiaya. “Saat itu kami aksi menolak pembangunan Water Training diatas tanah warga” ujar bu neneng

“AURI Lanud Atang Sendjaya mengatakan ingin membangun Water Training untuk pelatihan nyatanya hingga sekarang melakukan penggalian pasir untuk dijual. Daerah sukamulya  memang dikenal penghasil pasir” ungkap neneng

Upaya penyelesaian telah dilakukan warga desa sukamulya sejak tahun 2007 dengan mendatangi berbagai pemerintah setempat, DPRD, DPR RI. Pada tahun 2011 dibentuk Tim Verifikasi Status Kepemilikan Masalah Tanah antara AURI Lanud Atang Sendjaya dengan Masyarakat Desa Sukamulya Kecamatan Rumpin. Verifikasi merujuk pada sejarah dan dokumen yang dimiliki warga dan AURI.

Hasilnya ada kesepakatan antara AURI dan masyarakat bahwa AURI memiliki tanah seluas 36,6 HA terdiri dari lapangan udara peninggalan tentara jepang ditambah 24 HA lahan untuk perumahan prajurit dan 19 HA lahan untuk water training yang dibeli dari warga seharga Rp 5000 permeternya. Warga merelakan 24 HA dan 19 HA yang dibeli AURI walaupun ada unsur tekanan. Namun ada kesepakatan lainnya yang hingga saat ini belum dijalankan AURI yaitu merubah atau merevisi inventaris kekayaan milik negara dikementerian keuangan dengan register 50503007 seluas 449,2490 Ha dan register 50503008  seluas 550 Ha yang dijadikan dasar AURI untuk melakukan klaim. Inilah yang kami tuntut dan perjuangkan, Ungkap Bu neneng

Warga tidak bisa mengurus sertifikat tanah karena Badan Pertanahan Nasional (BPN) menganggap status tanah desa sukamulnya yang masih dalam sengketa. Masalah lain sejak adanya pembangunan water training warga merasakan sulitnya mengakses jalan, sebab jalanan rusak pasar, musim hujan berlumpur dan tidak rata, musim kemarau penuh dengan debu karena banyak truk-truk besar hilir mudik mengambil pasir. Selama bertahun-tahun kondisi jalan dibiarkan rusak sehingga menghambat aktivitas masyarakat Desa Sukamulya. Warga sering mendegar suara-suara tembakan yang memekakkan telinga karena lokasi desa yang sangat berdekatan dengan tempat latihan TNI AU.

Adapun tuntutan warga desa sukamulya dalam aksi tanggal 22 Januari 2015  adalah :  
  1.  AURI mencabut klaim 1000 HA tanah didesa sukamulya kecamatan rumpin
  2. AURI merubah atau merevisi inventaris kekayaan milik negara dikementerian keuangan dengan register 50503007 seluas 449,2490 Ha dan register 50503008  seluas 550 H
  3. AURI mencabut blokir pengurusan sertifikat di Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor atas tanah-tanah yang berlokasi di desa Sukamulya Kecamatan Rumin sehingga warga dapat melakukan sertifikasi atas tanah miliknya.
Keterangan lebih lanjut bisa hubungi Bu Neneng (085693763282), Ridwan (081210335037)

Senin, 19 Januari 2015

"Mengenang Tragedi 22 Januari 2007"

Warga desa sukamulya Rumpin tidak akan melupakan tragedi 22 Januari 2007. Saat itu warga harus berhadapan dengan TNI AU yg mengklaim memiliki 1000 HA tanah warga. 

Akibatnya seorang warga luka tembak, 10 orang warga luka2 dianiaya, enam orang diculik dan dianiaya dan dua hari desa kosong karena warga ketakutan untuk pulang kerumah.

Namun Hingga hari ini warga terus berjuang menuntut dicabutnya Surat Keputusan Kepala Staf Angkatan Perang tahun 1950 yg menjadi dasar klaim.

Kami mengundang rekan2 utk hadir dalam diskusi kasus warga desa sukamulya melawan militer pada :




Hari/tgl : Selasa 20 Januari 2015 
Waktu    : Pukul 13.00 - 14.00 Wib
Tempat  : Lantai 1 Gedung LBH Jakarta 

Kami juga mengundang kepada teman-teman untuk bersolidaritas dalam aksi pada tanggal 22 Januari 2015 depan Istana Negara, Pukul 11.00 Wib-Selesai.

Cp : Ali/Agra (082120135553), 
Tigor/LBH Jakarta (081287296684), 
Munir/KontraS (081380855841)

Minggu, 18 Januari 2015

Dukung Perjuangan Rumpin Vs AU RI, GSBI Kota Bekasi Gerlar diskusi Terbuka.

Minggu, 18/01/2015,
Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI-Kota Bekasi) menyelenggarakan diskusi terbuka bertempat di Aula Majelis Taklim Yon Armed Kota Bekasi, dengan tema “Problem Agraria di Indonesia dan Perjuangan Buruh” diskusi ini diikuti oleh 46 orang peserta berasal dari anggota GSBI dan PPMI Kota Bekasi.

Ernawati dari Pimpinan Pusat GSBI memberikan pengantarnya bahwa diskusi ini diselenggarakan sebagai upaya untuk memperkuat pemahaman dan membangun solidaritas perjuangan dikalangan petani dan gerakan buruh, secara khusus dalam diskusi juga membahas tentang masalah dan perjuangan yang sedang dilakukan oleh Masyarakat Desa Rumpin yang berkonflik dengan TNI AU dan akan aksi ke Istana pada tanggal 22 Januari mendatang untuk menagih jaji Jokowi untuk menyelesaikan konflik agraria dan menjalankan program Land Reform sebagaimana program dalam "Nawacitanya"

Ali dari Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA)  dalam paparanya sebagai narasumber dalam diskusi ini menjelaskan problem pokok kaum tani adalah adanya monopli tanah untuk pembangunan perkebunan, pertambangan maupun taman Nasional, kondisi ini telah menghancurkan pertanian skala kecil dan mengusir petani dari tanahnya karena merampas tanah. lebih lanjut dalam paparannya,  Ali menjelaskan bahwa perampasan tanah yang terus masif mengakibatkan kemiskinan dan pengaguran dipedesaan terus meningkat, ini menjadi basis social penerapan upah murah dan system kerja kontrak dan outsourcing dan juga meningkatnya orang untuk bermigrasi keluar Negeri untuk mempertahankan hidup. 

Bagaimana kita membayangkan satu orang atau beberapa orang pemilik perusahaan diberikan hak oleh pemerintah menguasai tanah hingga jutaan hektar, sinar mas missal untuk perkebunannya saja tidak kurang dari 2,2 juta hektar belum termasuk tanah yang dikuasai untuk property, praktek seperti ini juga dilakukan oleh Negara melalui PTPN, Taman Nasional maupun Perhutani yang menguasai tanah 2,4 juta hektar di pulau Jawa “ini kan gila”.  Karenanya perjuangan Land Reform di Indonesia merupakan kepentingan seluruh Rakyat, perjuangan Land Reform adalah tahapan untuk membangun Industri Nasional di Indonesia dalam penutup materinya.

Disesi Tanya jawab, peserta tampak antusias dengan melontarkan pendapat dan pertanyaan untuk memperdalam pendiskusian hubungan masalah tani dengan buruh terutama masalah upah dan system kerja kontrak. Dalam akhir diskusi beberapa peserta menyampaikan bahwa diskusi semacam ini penting untuk dilakukan terus dan dapat dilakukan di serikat buruh lain karena serikat buruh sangat banyak di Indonesia, sebab problem upah dan masalah kontrak disebabkan oleh perampasan tanah, jadi kita sebagai buruh juga harus memperjuangkan Land Reform karena itu bagian dari perjuangan upah. 

Jumat, 16 Januari 2015

Onward the continuing struggle for genuine agrarian reform! Long Live International Solidarity!


A joint message of solidarity from the Kilusang Magbubukid ngPilipinas (KMP) and the Asian Peasant Coalition (APC)

The Kilusang Magbubukid ng Pilipinas (KMP) and the Asian Peasant Coalition (APC) convey our most militant salute to the peasants, led by the Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), in Sukumalya village, Rumpin district, Bogor regency in West Java province, Indonesia on its 7th year of unwavering struggle to defend their land.

We strongly condemn the Jokowi government of Indonesia and its military, especially the National Air Force of Indonesia (TNI AU), for the harassment and continuing threats against Sukumalya peasants who are resisting state-sponsored land grabbing. In 2007, the National Air Force of Indonesia shot one peasant and two others were abducted (one of them is a national committee member of AGRA) in its attempt to evict Sukumalya peasants to give way for the construction of the Air Force base.

But despite this, the people of Sukumalya village are resolutely defending 1,070 hectares of land being claimed by the Air force.  We are with you in your struggle to defend your ancestral land. Never give up the fight to defend your land! Your ancestors resisted the Dutch colonial rule and have defended the same land you’ve been fighting for.
The KMP and APC likened the struggle in Sukumalya village to San Isidro village, Laur town of Nueva Ecija province in the Philippines where peasants are struggling against the Fort Magsaysay Military Reservation (FMMR) claiming ownership of 3,100 hectares.  In 1930s, farmers were already cultivating the lands at FMMR. But in 1991, the base of the Philippine Army (PA) 7th Infantry Division was moved in the contested 3,100-hectare land in Laur, Nueva Ecija.  About 6,000 peasants live and are cultivating the land in San Isidro village.

Like Sukumulya village, the people of San Isidro village were harassed and intimidated. On October 25, 2008, soldiers from PA 7th Infantry Division demolished 34 houses in the village. This was done after the farmers attended the caravan, led by KMP, to protest bogus Comprehensive Agrarian Reform Program (CARP) in Manila.  But the farmers were able to rebuild their homes and remained in their land. Up to now, peasant communities are militarized, soldiers camped in Barangay (village) halls sowing fear and terror. But the people of San Isidro village remain steadfast in their struggle. Through their strong unity and militant struggle, the peasants in San Isidro village were able to keep on cultivating their lands. Led by the Alliance of Farmers in Central Luzon (AMGL), the regional chapter of KMP, farmers in San Isidro village are actively campaigning for the passage of Genuine Agrarian Reform Bill (GARB) proposed by Anakpawis Partylist. They believe that only GARB would pave way for free land distribution and security from displacement.

On January 22, while AGRA and its members are celebrating the 7th year of Sukumalya’s continuing struggle against the land grabbing of National Air Force of Indonesia, the KMP on the other hand has mobilized 2,000 peasants to commemorate the 28th year of Mendiola Massacre.  The KMP is holding the Aquino government liable for continuing denial of justice for the victims of Mendiola Massacre that happened in 1987, under the administration of his mother, the late President Corazon Cojuangco-Aquino. Joining today’s protest from the Department of Agrarian Reform (DAR) in Quezon City to Mendiola (near MalacaƱang Palace) in Manila are farmers affected by massive state and corporate land grabbing – farmers from 3,000 hectare Araneta Estate in San Jose Del Monte Bulacan, the 2,000-hectare Hacienda Dolores in Porac Pampanga, the 40,000-hectare Yulo King Ranch in Coron, Palawan, the 8,000-hectare Hacienda Looc in Batangas and the 6,000-hectare Hacienda Luisita in Tarlac.
Ultimately, the best hope for genuine agrarian reform still lies in the peasants’ continuing militant  and collective struggle and the resolute commitment to wage anti-feudal, anti-fascist and anti-imperialist struggles together with other sectors that are striving to build a truly sovereign, democratic and progressive society.

Long live AGRA!
Long live KMP!
Long live APC! 
Long live international solidarity! 

PCFS strongly supports the struggles of the people of Rumpin District in West Java, Indonesia

The People’s Coalition on Food Sovereignty strongly condemns the violations by the Government of Indonesia to the rights of the people of Kampong Cibitung, Sukamulya Village, Rumpin District in Bogor Regency, West Java, Indonesia.

In January 22, 2015, the village will commemorate the 8th year of the violence committed by the Indonesian Air Force to the people of Sukamulya Village. Exactly eight years ago, the Indonesian Government started expropriating the 1,000 hectare-area that covers the Sukamulya Village to convert it into facilities of the Air Force. The expropriation resulted to violent intimidations like torture and arrests to the people that forced them to leave the lands and leave behind their livelihoods. There were 8 people injured and 6 people arrested and tortured and around 120 families displaced during the incident.

 The people of Sukamulya Village are asserting that by laws, the expropriation is illegal. This is based from the Minister of Agrarian No. 968-28-12-1958, Decree of the Minister of Agrarian December 1960 and Bogor Regent Decree 591/194 that says only 36.6 ha out of the Sukamulya Village area is allocated to the Air Force and 16 ha to the Bogor Regency. This is in contrast with the proclamations of the SBY administration through the Ministry of Finance (MoF) and the Department of Defense (DoD), unilaterally issuing DoD No. B / 798/09/02/895 / Ditkon dated August 10, 2010 on State Property Inventory (IKN) of Air Force ground that asserts that the 1000 hectare area of Sukamulya Village is owned by the Air Force to use for its facilities. The 1960 decree of the Minister of Agrarian is not even updated prior the proclamation.

Rabu, 14 Januari 2015

AKSI RAKYAT SUKAMULYA 22 JANUARI 2015

Rapat persiapan aksi warga Desa Sukamulya/AGRA

Rapat Persiapan Aksi Menuntut Penyelesaian Konflik Warga Desa Sukamulya dan TNI AU



Salam Perjuangan!
22 Januari 2007 adalah peristiwa tragedi berdarah di Kampung Cibitung Desa Sukamulya Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor. TNI AU saat itu melakukan kekerasan terhadap rakyat yang mempertahankan tanahnya yang diakui sepi-hak oleh TNI AU. Sejak itu atau 8 (delapan) tahun sudah, rakyat di desa Suka-mulya terus berjuang mempertahankan tanah miliknya dari ancaman TNI AU.

Tanah Di Desa Sukamulya Adalah Milik Rakyat!
Luas Tanah di Desa Sukamulya saat ini adalah 1.070 hektar (Ha) dan digunakan sebagai berikut:
Luas pemukiman                   : 397,10 Ha (15 Kampung)
Luas pekarangan                    : 205,98 Ha (termasuk pertanian darat)
Luas pemakaman umum      : 8,20 Ha (13 komplek TPU)
Luas pesawahan                     : 198,10 Ha (6 area utuh, 5 menjadi danau & 1menjadi water training TNI AU)
Luas perkantoran                   : 74,75 Ha (LAPAN dan Detasemen Bravo)
Luas perumahan BSD            : 39,80 Ha
Luas lapangan terbang          : 36,60 Ha
Luas sarana umum lainnya   : 109,47 Ha (kantor desa, sekolah, masjid, pasar,dll)
Total luas tanah                : 1.070 Ha


Sebelum republik ini berdiri, tanah di desa Sukamulya telah ditempati dan dikelola oleh rakyat. Rakyat di desa Sukamulya-lah yang paling merasakan de-rita di bawah penjajahan Belanda dan Jepang. Rakyat di desa Sukamulya juga patriot bangsa yang ikut berjuang mengusir penjajah, bukan hanya prajurit TNI AU. Wajar jika setelah kepergian penjajah, rakyat kembali menempati dan mengelola tanah turun temurun dan tanah bekas perkebunan Tjikoleang.

Dari sejarah dan peraturan SK Menteri Agraria No.968 28-12-1958, SK Menteri Agraria Desember 1960 & SK Bupati Bogor No.591/194/Kpts/Huk/2003 tang-gal 16-06-2003, luas tanah bekas Hak Guna Usaha (HGU) di desa Sukamulya adalah 248 Ha, dan telah diatur pembagiannya sebagai berikut:

Tanah TNI AU                      : 36,6 Ha
Tanah Pemkab Bogor          : 16 Ha
LAPAN                                   : 50 Ha
Tanah Desa & Penggarap    : 24 Ha (14 ha tanah desa, 10 Ha tanah penggarap)
Jalan Umum                          : 8,285 Ha
Total luas tanah                    : 134,885 Ha
Sisanya dikembalikan HGU (sekitar 113,115 Ha) untuk perumahan BSD, dll


Sementara luas tanah yang telah ditempati dan digunakan secara turun temu-run atau tanah adat adalah 752 ha dan 70 ha adalah bantaran kali Cisadane. Rakyat memiliki hak mayoritas atas tanah di desa Sukamulya yaitu tanah milik turun temurun (tanah adat) seluas 752 Ha dan tanah Desa seluas 24 Ha. Klaim tanah 1.000 ha oleh TNI AU tidaklah benar!

Pemerintah Belum Berpihak Kepada Rakyat Di Desa Sukamulya 
Selama 2 periode pemerintahan SBY, terbukti tidak menunjukkan keseriusan menyelesaikan konflik tanah di desa Sukamulya. Pemerintah SBY melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) & Departemen Pertahanan (Dephan), secara sepihak menerbitkan surat Dephan No.B/798/09/02/895/Ditkon tanggal 10 Agustus 2010 tentang Inventaris Kekayaan Negara (IKN) tanah TNI AU yang menyatakan kekayaan tanah milik TNI AU adalah 1.000 Ha di desa Sukamulya.

Di 2011-2012, diadakan proses verifkasi tanah yang melibatkan pihak TNI AU, Pemkab Bogor, BPN Kabupaten Bogor, Muspika (Camat, Danramil, Kapolsek) Kecamatan Rumpin, pemerintah desa Sukamulya dan perwakilan masyarakat desa Sukamulya. Hasil verifikasi tersebut menyatakan tanah yang dikuasi TNI AU hanya 75 Ha di desa Sukamulya. Tetapi hasil verifikasi ini tidak dijalankan oleh pemerintah. Pemerintah-lah yang mengawali konflik tanah berkepanjangan di desa Sukamulya, sejak keluarnya SK Kepala Staff Angkatan Perang 1950 023/P/KSAP/1950 tanggal 25 Mei 1950. Ini fakta bahwa pemerintah belum berpihak kepada rakyat, walaupun rakyat di desa Sukamulya selalu menunaikan kewaji-bannya sebagai warga negara seperti membayar pajak, ikut Pemilu, dsbnya.

TNI AU Membawa Petaka Bagi Rakyat Di Desa Sukamulya
Rakyat di desa Sukamulya tidak akan pernah lupa dengan kebiadaban dan ke-sewenang-wenangan TNI AU. Saat tragedi berdarah tahun 2007, TNI AU mela-kukan intimidasi, teror dan penyiksaan yang mengakibatkan 8 orang luka-luka (luka tembak & disiksa), 6 orang ditangkap, harta benda dirusak & dirampas, dan 120 KK terpaksa mengungsi.

Di tahun 2007, TNI AU memaksa warga kampung Cibitung melepaskan tanah seluas 24 Ha bagi pembangunan Mako Bravo Paskhas TNI AU. Warga hanya diberikan uang kerohiman Rp. 5.000/meter. Di tahun 2009, TNI AU memban-gun lapangan latihan tembak di antara kampung Malahpar-Cibitung yang ber-dekatan dengan pemukiman dan lalu lintas warga. Di tahun 2010, TNI AU se-cara sepihak menanam pohon sengon di atas tanah warga Malahpar seluas 2.400 meter.

TNI AU juga suka berbuat semena-mena seperti memblokir proses sertifikasi tanah warga di kantor BPN Kabupaten Bogor, memukul warga hanya karena selisih paham (seperti kejadian di Rancagaru belum lama ini), anak kecil usia SD disuruh lari telanjang dada di lapangan karena salah ucap, ada perempuan yang diminta melepaskan kerudung ketika melintas di depan pos, memasuki rumah warga tanpa permisi dan mengotori lantai yang telah dibersihkan sete-lah latihan, mengharuskan warga melintasi kompleks TNI AU menggunakan celana panjang, melepaskan helm, wajib lapor, dll.

Akibat kesewenang-wenangan TNI AU, sebagian besar warga kehilangan mata pencarian sebagai petani, tanah penggalian pasir water training tidak bisa lagi digunakan, jalan yang rusak akibat lalu lintas kendaraan galian pasir water training, kebisingan akibat aktivitas galian pasir water training, debu yang mengganggu pernapasan, akses jalan yang tertutup dari dan ke kampung Cibi-tung, dan rasa takut terhadap intimidasi prajurit TNI AU. 

Perjuangan Rakyat di Desa Sukamulya Akan Terus dikobarkan
Selama 8 tahun, rakyat di desa Sukamulya tidak pernah berhenti menuntut pemerintah menyelesaikan masalahnya. Rakyat di desa Sukamulya juga tidak tinggal diam menghadapi ancaman dari TNI AU. Warga di Kampung Cikoleang misalnya, terus berjuang agar kendaraan truk pasir yang dibekengi TNI AU ti-dak melintasi perkampungan. Tanah-tanah yang ada juga masih tetap digarap, agar berguna bagi penghidupan rakyat.

Dari pengalaman panjang perjuangan rakyat di desa Sukamulya, perjuangan yang dilakukan tidak bisa lagi menyandarkan pada segelintir orang dan cara-cara formal semata. Harus dibangun organisasi tani, pemuda, perempuan, dll, untuk memperkuat persatuan dan mengobarkan perjuangan yang lebih gigih. Rakyat di desa Sukamulya juga harus memperluas dukungan dan kerjasama dengan seluruh rakyat Indonesia untuk memenangkan perjuangannya, sebab kedaulatan rakyat atas tanah adalah kepentingan seluruh rakyat Indonesia.

Mengenang 8 Tahun Tragedi Berdarah 22 Januari 2007, rakyat di desa Sukamulya akan melakukan aksi ke Istana Presiden, menagih janji pemerintah Jokowi menyelesaikan konflik tanah & mengembalikan Hak Tanah Rakyat di desa Sukamulya. Seluruh rakyat di desa Sukamulya harus mempersiapkan diri dan melatih kemampuannya, agar aksi ini tercapai sesuai tujuannya.

Karenanya aksi dan perjuangan Rakyat Rumpin perlu mendapat dukungan dari semua pihak secara luas. Dukungan dapat dilakukan dengan cara menyampaikan pesan solidaritas yang dapat dikirimkan ke alamat email : agra.pusat@gmail.com yang akan dibacakan dalam aksi pada tanggal 22 Januari 2015. Surat dukungan juga dapat berupa desakan kepada pemerintah Jokowi-JK untuk segera menyelesaikan konflik yang terjadi dengan memastikan pemenuhan hak rakyat rumpin.

Salam
Tidak ada Demokrasi Tanpa Land Reform.