Belum berhenti keresahan rakyat Indonesia akibat kebijakan pemerintah yang menaikan harga bahan bakar minyak (BBM), kembali rakyat harus cemas dan mengencangkan ikat pinggang lebih erat lagi, akibat kenaikan harga komoditas pangan yang begitu tinggi. Rakyat terancam harus mengurangi asupan gizi dan kualitas pangan akibat harga yang tidak terbeli. Kenaikan berbagai harga pangan dipasaran sesungguhnya telah terjadi sebelum kenaikan harga BBM terutama untuk beberapa komoditas yang mengandalkan import seperti daging sapi, bawang, buah-buahan bahkan sayuran. Kenaikan harga semakin meluas ke berbagai produk pangan lainnya sejak penetapan kenaikan harga BBM.
Saat ini harga pangan telah menembus angka yang sangat fantastis hingga mayoritas rakyat Indonesia harus mengurangi konsumsinya bahkan hingga level tidak sanggup untuk membeli bebrapa jenis tertentu. Bagaimana tidak harga daging mencapai Rp.100.000-120.000/Kg, bahkan di bandung harga tembus Rp. 150.000/Kg pada tanggal 15 Juli 2013. Harga telor naik menjadi Rp. 25.000/Kg, daging ayam Rp. 34.000/Kg, harga bawang merah Rp. 63.000/Kg, cabe rawit Rp. 80.000 bahkan di daerah Sangat Kalimantan pernah mencapai Rp. 150.00/Kg, cabe kreting Rp. 70.000/Kg, harga beras juga mengalami kenaikan dari Rp. 9.100 menjadi Rp. 10.500/Kg kwalitas sedang atau medium (Data kementrian perdagangan dan data olahan lainnya). Dan tentu harga dilapangan bisa melebihi data yang ada terlebih di pedesaan, tetapi tingginya harga pangan dipasaran sama sekali tidak memiliki hubungan dengan harga jual panen petani, petani tetap tidak menikmati kenaikan harga pangan, harga cabe rawit Rp. 20.000, cabe kriting Rp. 30.000.
Penyebab tingginya harga pangan.
Pernyataan pemerintah melalui menteri perdagangan Gita wiryawan, bahwa kenaikan harga pangan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, dampak kenaikan harga BBM dan naiknya biaya transportasi. Pernyataan ini bertolak belakang dengan pernyataan Hata Rajasa ketika mengumumkan kenaikan BBM bulan mei yang lalu, dimana pemerintah menjamin kenaikan harga BBM tidak akan mempengaruhi kenaikan harga-harga secara signifikan, pemerintah juga menjamin pasokan pangan mencukupi hingga akhir tahun ini.
Faktor kedua adalah karena adanya peningkatan permintaan pangan menjelang hari raya keagamaan (Ramadhan-Idul Fitri), ketiga pasokan pangan yang kurang, faktor lain adalah adanya espektasi/harapan pedagang yang ingin mendapatkan keuntungan lebih, selain itu pemerintah juga menyebutkan adanya kartel serta spekulan yang bermain di balik tingginya harga komoditas pangan. Untuk mengatasi problem kenaikan harga pangan tersebut pemerintah menetapkan beberapa kebijakan terutama : operasi pasar untuk menstabilkan harga, kebijakan fiskal untuk eksport dan import pangan serta mempercepat dan menambah kuota impor pangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Melihat dari fenomena kenaikan harga pangan, terlihat jelas bagaimana lemahnya kemampuan pemerintah dalam menjaga kestabilan harga pangan bagi rakyat. Hal ini seperti mengulang berbagai langkah pemerintah yang kemudian terbukti gagal, seperti saat kenaikan dan kelangkaan daging sapi sebelum kenaikan BBM yang kemudian di sikapi dengan cara menambah kuota dan mempercepat import daging sapi. Akan tetapi harga daging sapi tidak pernah kembali turun ke harga normal. Bahkan saat ini pedagang daging masih mengandalkan pasokan daging lokal di bandingkan import. Fakta ini menunjukan bagaimana langkah pemerintah untuk mengontrol harga pada hakikatnya tidak akan bisa menyelesaikan masalah tingginya harga pangan.
Langkah yang sama dilakukan oleh SBY ketika bulan Ramadan harga daging sapi menggila yakni dengan melakukan penambahan kuota impor daging sapi. Bahkan dalam pemberitaan yang ditontan jutaan rakyat SBY berlagak seolah sangat peduli dengan rakyat hingga menghardik para menterinya agar mempercepat dan menambah kuota import daging sapi, kebijakan sama dilakukan untuk cabe serta berbagai produk pangan lainnya. Di balik kemarahan SBY dan jalan keluar untuk mengatasi masalah ini tentu mencerminkan karakter asli dengan skema liberalisasi pangan yang selama ini telah ditetapkan oleh rejim SBY dan didengung-dengungkan oleh orang kepercayaannya yaitu menteri perdagangan Gita Wiryawan.
lalu apa sesungguhnya penyebab tingginya harga pangan.
Secara umum penyebab utama dari kenaikan harga komoditas pangan adalah akibat terjadinya monopoli atas produk pertanian oleh perusahaan besar seperti mosanto, cargil, mulai dari bibit, pupuk, obat dll. Karena monopolinya misal mosanto dalam pertengahan tahun 2013 ini mengalami peningkatan keuntungan hinga 30% dari tahun 2012.
Selain melakukan monopoli sarana produksi pertanian, para perusahaan besar dunia juga melakukan monopoli atas hasil produksi pertanian. Perkembangan komoditas pangan telah begitu menggiurkan kapitalis monopoli, sehingga kemudian mereka tidak ragu untuk terus mengembangkan modal dan investasinya di bidang komoditas pangan, mulai dari pengembangan pertanian skala besar hingga produksi bahan pangan dan pangan olahan (produk derivasi) yang mampu menghasilkan keuntungan berlipat ganda. Akibatnya tentu bisa dibayangkan, bagaimana jika kebutuhan sosial seperti pangan kemudian di kuasai oleh segelintir pihak, maka tentu mereka akan memiliki kemampuan untuk mengatur dan menetapkan harga dengan mudah sesuai dengan mekanisme yang diinginkan. Untuk terus memastikan keuntungannya maka mereka juga membutuhkan pasar. Untuk memastikan pasar dan untuk menguasai pasar mereka memaksa seluruh negara untuk membuka kran sebebas-bebasnya bagi produk yang dimonopolinya.
Disinilah kemudian ketidak berdayaan rezim SBY untuk melawan kekuatan monopoli dunia, sebaliknya justeru SBY kemudian mendukung kepentingan kapital monopoli untuk melakukan dominasi di Indonesia. Peran ini kemudian dilakukan pemerintahan SBY-Boediono dengan membuat berbagai regulasi yang akan mengarahkan pertanian pangan Indonesia ke arah korporasi sebagai pelaku usaha dan melalui pertanian skala besar.
Hal Ini selaras dengan kebijakan pemerintah yang membuat undang-undang pangan maupun undang-undang perlindungan dan pemberdayaan petani, dimana keduanya adalah undang-undang yang jelas sekali pro terhadap liberalisasi, termasuk dalam undang-undang perlindungan dan pemberdayaan petani yang baru saja disahkan pada tanggal 9 Juli 2013 ini, dimana pada salah satu pasalnya misalnya berbunyi, "Selain Pemerintah dan Pemerintah Daerah, Pelaku Usaha dapat menyediakan sarana produksi Pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 yang dibutuhkan Petani Pasal 20 ". Ini menunjukan bahwa pelaku usaha diberikan ruang yang luas untuk melakukan monopoli atas sarana produksi pertanian.
Disaat yang sama pemerintah kemudian juga terus menggencarkan berbagai regulasi dan kesepakatan untuk melakukan liberalisasi pasar pangan nasional. Dalam pernyataan Gita Wiryawan sangat jelas arah kebijakan pemerintah akan membuka pintu dan siap melakukan berbagai penyesuaian untuk mendukung kebijakan pasar pangan ala WTO, APEC serta mempersiapkan diri untuk menyambut AEC 2015.
Jadi tidaklah benar bahwa alasan tingginya harga produk pangan karena pasokan satu contoh di Bali daging sapi sampai tahun 2013 aman, tetapi harga tetapt tinggi ini menunjukkan harga bukan masalah pasokan, ini membuktikan ngawurnya jalan keluar SBY dengan melakukan Impor, dimana kebijakan ini merupakan skema dari liberalisai pasar yang dituntut oleh para kapital monopoli melalui perjanjian antar negara maupun WTO, APEC dll.
Dampak tingginya harga pangan bagi Rakyat.
Tingginya harga pangan menyebabkan rakyat harus mengurangi konsumsi yang dibutuhkan baik kwantitas maupun kwalitas makanannya. Rakyat kecil mulai dari klas buruh, pedagang kecil, PNS golongan rendah, hingga kaum tani mengalami pukulan sangat hebat akibat tingginya harga pangan di tengah semakin rendahnya kemampuan daya beli rakyat. Jika ini terus berlangsung, maka dipastikan rakyat akan berlebaran dengan keprihatinan akibat ulah pemerintahan SBY yang tidak becus mengurusi pangan rakyat.
Di sisi lain monopoli pangan dan perkembangan kebijakan pangan Indonesia yang di orientasikan pada pertanian skala besar akan menjadi ancaman yang mengerikan bagi kaum tani di Indonesia. Ancaman perampasan tanah menjadi bahaya nyata bagi kaum tani, tentu melalui UU Pangan yang baru di sahkan kaum swasta dalam hal ini korporasi dengan dalih untuk mendukung kebutuhan pangan nasional bekerjasama dengan birokrat kapitalis akan dengan mudah melakukan hal tersebut.
Solusi masalah Harga dan pangan di Indonesia.
Dalam jangka pendek pemerintah harus sanggup menurunkan harga kebutuhan pangan rakyat dan menjamin ketersediaannya bagi rakyat. Karena Masalah pangan ini hanya bisa di selesaikan jika secara politik pemerintahan SBY tidak melakukan liberalisasi pangan dan mendukung perkembangan pangan lokal melalui dukungan penuh pada kaum tani untuk memperoleh sarana produksi pertanian yang murah bagi kaum tani serta menjalankan reforma agraria sejati. Bukan justru menyerahkan masalah pangan kepada korporasi yang hanya mengejar keuntungan semata.
Meskipun hal tersebut menjadi hal yang mustahil mengingat kedudukan rejim SBY justru menjadi boneka utama kapitalis monopoli internasional. Sehingga akan dengan setia akan mendukung kesepakatan WTO, APEC dan berbagai forum internasional lainnya. Tetapi gerakan rakyat harus terus memperjuangkan pelaksanaan reforma agraria di Indonesia untuk kedaulatan pangan dan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.
Gerakan tani dan gerakan rakyat semua sektor harus memperluas propaganda pemblejetan terhadap SBY sebagai pemerintahan boneka kapital monopoli yang tidak sama sekali berpihak kepada rakyat, karenanya gerakan rakyat berbagai sektor harus segera menarik massa sebesar-besarnya dan menyatukan dalam gerakan rakyat untuk menuntut kepada pemerintah agar segera menurunkan harga pangan.
Jayalah perjuangan tani ....
Jayalah perjuangan rakyat Indonesia........!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar